Cedera juga terjadi saat Carolina Marin bertanding di Olimpiade Rio 2016 silam.
Saat itu, Marin menghadapi pebulu tangkis China, Li Xuerui yang menjadi lawannya di semifinal.
Apes bagi Li Xuerui, ia mengalami cedera lutut yang membuatnya tak bisa melanjutkan pertandingan.
Li juga harus mengundurkan diri dari perebutan medali perunggu Olimpiade Rio.
Dua contoh itu saja sekiranya sudah menggambarkan risiko cedera yang ada bagi setiap atlet.
Cedera yang menimpa sang atlet tak serta merta menghapus kerja keras dan usaha yang dilakukan lawannya di lapangan.
Apresiasi tentu saja layak ditujukan kepada Gregoria Mariska Tunjung, dalam hal ini, saat menghadapi situasi yang sama.
Perjuangan Keras
Penggemar pastinya tidak melupakan perjuangan keras Gregoria Mariska Tunjung bisa melangkah hingga semifinal Olimpiade Paris 2024.
Ia harus melewati adangan 4 pebulu tangkis tunggal putri untuk sampai di babak empat besar.
Lawan terbesar Jorji tersaji di fase perempat final, di mana ia bertemu dengan Ratchanok Intanon yang akhirnya berhasil ia menangkan.
Saat berhadapan dengan An Se-young pun, Gregoria menyajikan perlawanan luar biasa.
Ia bahkan bisa mengamankan keunggulan di gim pertama.
Tak mudah mencuri satu gim dari seorang An Se-young.
Pasalnya pebulu tangkis Korea Selatan itu dikenal sebagai atlet ulet yang tak lelah mengejar shuttlecock.
Perjuangan keras Gregoria di atas lapangan pun menuntunnya ke babak perebutan medali perunggu.
Pada akhirnya, Jorji layak mendapatkan medali perunggu tersebut.
Serta, apresiasi tinggi kepada atlet asal Wonogiri ini untuk kerja kerasnya di Olimpiade Paris 2024.
(Tribunnews.com/Guruh)