Anggota Komite Etik FIFA Ini Ikut Merespons Desakan KLB PSSI: Taati Aturan, Simpan Emosi di Saku
Ali Sadikin Hingga Nurdin Halid Pernah Di-KLB, Mengapa PSSI Tak Membaik? Ini Kata Anggota Komite Etik FIFA
Abdul majid/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Tim Penyusun Statuta Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Dali Tahir yang juga mantan anggota Komite Etik FIFA dan pendiri Liga Galatama turut merespons dorongan untuk dilakukannya Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI pasca-tragedi Kanjuruhan.
Menurutnya ada kemarahan yang menyembul di sana.
Dali Tahir sangat memahami, sebagai mantan praktisi sepakbola nasional, ia ikut melahirkan Arseto bersama Sigit Harjojudanto, putra kedua Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto.
Dali juga pernah menjadi pengurus PSSI.
Baca juga: Soal Seruan Mundur dan Revolusi, PSSI: Sudah Empat Kali KLB, Menghasilkan Apa?
Baca juga: PSSI Mulai Gelar Rapat Perdana Satgas Transformasi Sepakbola, Posisi Iwan Bule Dilindungi Statuta
Dali Tahir mengalami berbagai momen krusial di organisasi sepakbola yang usianya jauh lebih tua dari republik. Jadi, ia paham betul situasinya.
“Saya menghargai pandangan tersebut. Tapi, maaf, Ali Sadikin yang di-KLB 1980-an awal, tidak membuat PSSI menjadi lebih baik. Nurdin Halid digempur, didemo selama delapan bulan, juga tidak membuat PSSI menjadi baik. Mengapa? Karena dasar penggulingan itu emosi yang berlebih,” Dali Tahir.
Sebagai mantan praktisi sepakbola nasional, ia mengaku sangat menghargai itu.
Namun, sebagai mantan anggota Komite Etika FIFA, ia juga mengajak melihat semua persoalan dengan jernih dan juga ingin mengajak semua pihak untuk taat aturan.
Baca juga: Pemeriksaan Polisi ke Ketua Umum PSSI dan Wakil, Iwan Bule Irit Bicara, Iwan Budianto Ditanyai 5 Jam
“Ada hukum positif. Kejarlah para pembuat masalah. Saat ini ada enam tersangka, apakah sudah cukup atau masih akan bertambah? Terus pantau itu,” ujarnya.
Dia menjelaskan, ada hukum sepakbola yakni statuta FIFA dan PSSI. Di sana diatur cara bagaimana mekanisme KLB.
"Taati itu dengan baik dan simpan emosi serta kemarahan di dalam saku. Ratusan korban Kanjuruhan itu harus dihormati, bukan dijadikan yang berbeda," kata dia.
“Karena, jangankan 134 jiwa, satu jiwa melayang tak akan sebanding ditukar dengan jabatan Ketum PSSI, jabatan esko. Satu jiwa terlalu besar untuk ditukar dengan apa pun,” tegasnya.
Dalam hal ini, ia ingin mengajak semua pihak menghargai dan menghormati para korban dengan melangkah di jalur yang benar.