TRIBUNNEWS.COM, - Pemerintah akhirnya melarang social commerce seperti TikTok melakukan transaksi jualan, sebagai upaya melindungi produk UMKM dan data pribadi.
Hal itu akan diatur dalam revisi Permendag 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
"Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, enggak boleh lagi. Dia (social commerce/TikTok) hanya boleh untuk promosi seperti televisi. TV kan iklan boleh, tapi TV kan enggak bisa terima uang kan. Jadi dia semacam platform digital. Jadi tugasnya mempromosikan," tutur Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).
Baca juga: BREAKING NEWS: Pemerintah Resmi Larang TikTok Jualan Lagi, Diputuskan Usai Rapat di Istana Sore Ini
Menurutnya, pemerintah akan memberikan sanksi kepada media sosial seperti TikTok Shop yang tetap melakukan transaksi jual beli.
Sanksi yang diberikan mulai dari peringatan hingga penutupan.
"Nanti sore sudah saya tandatangani revisi Permendag 50/2020 menjadi Permendag berapa nanti tahun 2023. Kalau ada yang melanggar seminggu ini tentu ada surat saya ke Kementerian Kominfo untuk memperingatkan habis diperingatkan apalagi itu? tutup," kata Zulkifli.
Lebih lanjut Zulkifli mengatakan sosial media dan e-commerce harus dipisahkan. Hal itu untuk untuk mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
"Tidak ada sosial media dan ini engga ada kaitannya. Jadi dia harus dipisah. Sehingga algoritmanya itu tidak semua dikuasai. Dan ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis," pungkasnya.
Awal Mula Polemik TikTok
Pada Juli 2023, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mempercepat revisi Permendag Nomor 50/2020.
Menurut Teten, regulasi ini diperlukan mengantisipasi Project S TikTok Shop yang dapat merugikan UMKM.
Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China.
"KemenKopUKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draf perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya,” kata Teten dalam keterangan resminya, Kamis (6/7/2023).
“Ini sudah sangat urgent. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," sambungnya.
Dengan revisi ini, industri dalam negeri akan terlindungi, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM, dan juga konsumen.