News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU ITE

Revisi UU ITE: Pencemaran Nama Baik Harus Diadukan Korban, Tidak Boleh Orang Lain

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi soal UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Perubahan ke-2 UU ITE telah resmi disahkan oleh DPR.

Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pengarapan dalam keterangannya menyebutkan salah satu poin dalam perubahan kedua tersebut adalah diciptakannya Pasal 27A.

"Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Baca juga: Menkominfo Budi Arie Sebut Revisi UU ITE Sikapi Dinamika Ruang Digital

Semuel  menjelaskan, yang dimaksud dengan menyerang kehormatan atau nama baik adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain. Sehingga, merugikan orang tersebut.

"Itu diambil dari definisi di KUHP," kata Semuel di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).

Kemudian, pada pasal 45 ayat 4, disebutkan penerapan hukum dari pasal 27A.

Disebutkan mereka yang terbukti melakukan hal yang tertuang dalam pasal 27A, dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.

Begini lengkapnya:

"Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)."

Lalu, Semuel mengatakan, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, merupakan tindak pidana aduan. Hal itu terlihat pada pasal 45 ayat 5.

Dia menjelaskan, harus korban yang melakukan pengaduan, tidak bisa orang lain. Aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban.

"Kalau kamu yang dihina, tidak boleh yang lain yang aduin. Harus kamu. Kalau yang dihina tidak merasa (terhina) gimana? Masa orang lain yang merasa? Itu juga menghindari pengikutnya yang malah ramai, umpamanya" imbuhnya.

Baca juga: Sidang UU ITE Haris-Fatiah di MK, DPR Sebut Ada Perubahan Paradigma dalam KUHP Baru

Adapun isi lengkap dari pasal 45 ayat 5 sebagai berikut:

"Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum."

Kemudian pada pasal 45 ayat 6, disebutkan bahwa apabila tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan bertentangan dengan apa yang diketahui padahal telah diberi kesempatan untuk membuktikannya, dapat dipidana karena fitnah.

Hukumannya adalah pidana penjara paling empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.

Di pasal 45 ayat 7, disebutkan bahwa perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tidak dipidana apabila dilakukan untuk kepentingan umum atau dilakukan karena terpaksa membela diri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini