Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM – Perusahaan induk TikTok, ByteDance dilarangan beroperasi di Amerika Serikat (AS) mulai tahun 2025. Keputusan ini diberlakukan usai ByteDance kalah dalam pengadilan banding AS.
Konflik panas ini bermula ketika AS menuduh China melakukan pencurian data TikTok.
Tudingan ini diperkuat usai tim peneliti menemukan source code di TikTok yang menunjukkan bahwa aplikasi tersebut memanen data seperti lokasi, perangkat yang digunakan, dan aplikasi apa saja yang ada di dalam HP pengguna.
Dengan memanfaatkan data tersebut, AS khawatir warga negaranya dapat dikontrol oleh pemerintah China. Lantaran pemerintah negeri tirai bambu ini kerap memanfaatkan algoritma di media sosial, untuk membawa pengaruh ke pengguna.
Buntut masalah ini Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang pada April yang mengharuskan ByteDance menjual TikTok kepada pemilik non-China. Apabila ByteDance menolak aturan tersebut, maka aplikasi TikTok terancam dilarang beroperasi di AS, sebagaimana dilansir dari Yahoo Finance.
Baca juga: Australia Larang Anak Usia di Bawah 16 Tahun Akses TikTok hingga Instagram
"Keputusan hari ini merupakan langkah penting dalam menghalangi pemerintah China yang menggunakan TikTok sebagai senjata untuk mengumpulkan informasi sensitif tentang jutaan warga Amerika, untuk secara diam-diam memanipulasi konten yang dikirim ke audiens Amerika, dan untuk merusak keamanan nasional kita," kata Jaksa Agung Merrick Garland dalam sebuah pernyataan.
Merespon isu miring tersebut, TikTok diketahui mengajukan banding atas putusan ini dan berharap para hakim akan berpihak pada mereka dalam masalah kebebasan berbicara.
Namun sayangnya TikTok kalah di pengadilan banding Amerika Serikat (AS) dalam upayanya membatalkan undang-undang yang dapat menyebabkan platform tersebut dilarang di Amerika Serikat.
Panel tiga hakim di Washington dengan suara bulat mendukung UU baru AS, yang memutuskan bahwa UU itu tidak melanggar perlindungan kebebasan berbicara berdasarkan Amandemen Pertama Konstitusi.
Sejauh ini TikTok belum memberikan pernyataan menanggapi putusan pengadilan AS, namun apabila perusahaan itu enggan menjual aplikasi TikTok kepada pemerintah AS maka perusahaan terpaksa menghentikan TikTok dari pasar AS.
Membuat 170 juta warga Amerika tak dapat lagi mengakses layanan video pendek itu, per tanggal 19 Januari 2025.
TikTok Kena Jegal Sejumlah Negara
Tak hanya AS, belakangan ini TikTok menuai kontroversi, bahkan pemerintah Inggris menuding aplikasi asal china tersebut beroperasi sebagai exchange kripto tanpa izin di Inggris.
Tudingan ini dilontarkan pemerintah Inggris setelah mantan konsultan kepatuhan dari bank swasta di Inggris melaporkan adanya aktivitas mencurigakan yang dioperasikan platform TikTok, mereka menuding TikTok sebagai exchange kripto ilegal karena munculnya sistem hadiah virtual dari TikTok Coins.
Sebelumnya kehadiran TikTok juga menjadi subjek pengawasan hukum di berbagai negara lain, termasuk di Australia. Otoritas Analisis Transaksi dan Laporan Keuangan (AUSTRAC) negara kangguru tersebut mencurigai TikTok menjalankan sistem pembayaran untuk kegiatan kriminal.