Lantas dipindahkah ke gedung SMPN 2 Banda Aceh.
Namun keduanya dipandang tidak layak sebagai tempat ibadah.
Karena itu oleh pimpinan masyarakat setempat meminta sepetak tanah kepada Pemerintah Kota Banda Aceh di Jalan Pari.
Berikut kayu-kayu bekas bongkaran rumah dan gudang di lokasi gedung DPRA sekarang.
Berbekal kayu-kayu bekas pemberian pemerintah kota tersebut dibangunlah masjid pertama di Desa Lampriek.
Masjid ini tidak menyandang nama khusus kecuali sebutan Masjid Lampriek saja.
Pemanfaatan masjid ini berjalan hingga tahun 1989, setelahnya pindah ke masjid baru yang dibangun masyarakat pada tahun 1979.
Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Prof Drs A Majid Ibrahim.
Saat itu sekaligus diberi nama Masjid Baitul Makmur oleh Tgk H Abdullah Ujung Rimba (Ketua Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh) yang juga turut meletakkan batu pertama.
Pembangunan memakan waktu 10 tahun dengan bentuk kubah payung terbuka tanpa menara.
Persis seperti masjid Negara Malaysia di Kuala Lumpur.
Sejak tahun 1989 Masjid Al Makmur dikelola oleh sebuah kepengurusan dan keimaman.
Kemudian pada 1992 berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian Badan Kesejahteraan Mesjid Kota Banda Aceh, Masjid Al Makmur dengan surtat keputusan Badan Tersebut No. 09/DKM/2.C/1992 tanggal 2 Desember 1992 ditetapkan sebagai Masjid Agung atau Masjid Kota Banda Aceh.
Karenanya Masjid ini disebut namanya Masjid Agung Al Makmur Kota Banda Aceh.