Transformasi ke Masjid Oman
Musibah gempa dan tsunami 26 Desember 2004 yang meluluh lantakkan Aceh dan Nias telah mengakibatkan Masjid Agung Al Makmur ambruk.
Semua tiang-tiangnya patah sehingga tak layak digunakan lagi sebagai tempat ibadah.
Pelaksanaan Salat Jumat dan ibadah lainnya dipindahkan ke Meunasah (surau) Baital Makmur di Jalan Pari.
Dalam kondisi keprihatinan akhirnya Allah SWT membuktikan kebenaran firman-Nya: Inna ma’aal usri yusra.
Masjid Agung Al Makmur disanggupi untuk dibangun baru oleh Sultan Qabus Bin Said dari negara kesultanan Oman yang difasilitasi oleh Dr Helmi Bakar dari Hilal Merah Indonesia.
Akhirnya pada 19 Juni 2006 ditanda tangani Nota Kesepakatan Antara Kepala Perwakilan Negara Kesultanan Oman di Jakarta dengan Wali Kota Banda Aceh tentang pembangunan Masjid Agung Al makmur.
Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Kepala Perwakilan Negara Kesultanan Oman dan Pejabat Gubernur NAD, Mustafa Abu Bakar.
Masa pembangunan masjid ini lebih kurang 1,5 tahun dan rampung pada 19 Mei 2009 sekaligus diresmikan pemakaiannya.
Pada awalnya nama Masjid Agung Al Makmur yang telah selesai dibangun baru akan diberi nama dengan Masjid Agung Al Makmur Sultan Qabus Bin Said.
Akan tetapi menjelang peresmian, oleh Kepala Perwakilan Negara Kesultanan Oman meminta agar nama Sultan Qabus Bin Said tidak dicantumkan.
Sehingga nama masjid ini tetap disebut Masjid Agung Al Makmur saja.
Tradisi Ramadan
Seperti halnya masjid-masjid lainnya, Masjid Al Makmur atau Masjid Oman juga mempunyai tradisi khusus guna menghidupkan Bulan Ramadan.