Setelah memasuki area parkir, tidak serta merta pengunjung tiba di genah melukat yang dimaksud.
Sekitar 200 meter, melewati jalan setapak, kemudian pengunjung akan menemukan jalan turunan menjajal anak tangga.
Dari sana, dengan melewati kurang lebih 150-an anak tangga, pengunjung tiba di genah melukat.
Perjalanan menuruni anak tangga memang tidak terlalu melelahkan.
Apalagi didukung dengan suasana segar dan alami khas desa.
Ditambah dengan gemericik suara air yang mengalir baik dari pancoran dan juga yang keluar di sela bebatuan.
Sebelum tiba di genah melukat yang ada di bawah, di tengah perjalanan akan tampak satu area beji dengan tiga pancoran dari bambu di samping pelinggih.
Biasanya masyarakat Hindu Bali yang datang, menghaturkan canang (upacara) saat ada di sini sebelum melukat.
Setelah di kawasan pancoran dan pelinggih ini, perjalanan masih dilanjutkan dengan menuruni anak-anak tangga lainnya.
Masuk di kawasan pura, tepat di atas sebelum genah melukat, pengunjung Hindu Bali bersembahyang di sana, sebagai bentuk izin untuk melukat.
Barulah setelah dari sana, para pengunjung melakukan ritual melukat.
Air yang keluar pun cukup deras, pengunjung diminta untuk tidak menggunakan perhiasan saat melukat, cukup dengan pakaian adat bali, yakni memakai kamen.
Tak jarang, menurut penduduk setempat, ada umat yang sedang melukat yang menjerit-jerit karena kerauhan.
Menurutnya hal tersebut sudah biasa terjadi.