Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, BROMO - Lantunan lagu Telepon Rindu karya Obbie Messakh terdengar dari layar televisi di bus rombongan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Lagu itu menjadi pembuka petualangan melihat sunrise atau matahari terbit di kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur.
Tribunnews.com bersama rombongan wartawan memulai perjalanan sekitar pukul 21.38 WIB dari Ijen Suites Resort and Convention Malang, Jawa Timur. Perjalanan dari Malang menuju Sukapura, Probolinggo, memakan waktu selama dua jam.
Pemandu meminta rombongan memanfaatkan waktu perjalanan untuk beristirahat agar memiliki tenaga yang cukup saat mendaki Gunung Bromo. Sukapura merupakan titik pemberhentian bus besar. Setelah itu, kendaraan akan berganti menggunakan Jeep menuju kawasan penanjakan I, lokasi para wisatawan untuk melihat 'sunrise' atau matahari terbit.
Sekitar pukul 00.29 WIB, rombongan media tiba di Hotel Nadia, Sukapura. Hotel ini menjadi tempat transit berganti kendaraan. Saat turun dari bus, udara dingin langsung menusuk tulang. MeskipunTribunnews.com telah menggunakan baju ditambah jaket empat lapis. "Udara disini bisa mencapai 5 derajat celcius," ucap seorang pemandu.
Ia menjelaskan kawasan Gunung Bromo banyak pedagang yang menawarkan jasa sewa jaket bagi pengunjung yang ingin menghangatkan tubuh. Biaya sewa jaket cukup terjangkau yakni Rp 20 ribu. Istirahat sejenak sambil memakan makanan ringan yang telah diberikan panitia, Tribunnews.com bersama empat wartawan lainnya langsung mencari jeep menuju lokasi sunrise.
Menuju puncak. (Tribunnews.com/Ferdinand Waskita)
Kami memilih Jeep Hardtop tahun 1982 yang dikemudikan Kahar dengan tempelan sticker Iwan Fals di jendela belakang. Biaya sewa jeep sekitar Rp 700 ribu untuk pulang pergi dari Bromo menuju Hotel Nadia. Biaya tersebut termasuk harga tiket Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru.
Paguyuban 1000 Jeep
Lama perjalanan sekitar 1,5 jam. Sambil mengemudi, Kahar bercerita mengenai usaha penyewaan Jeep Bromo. Dengan ramah, ia bercerita Jeep Bromo memiliki paguyuban dengan 1000 kendaraan. Tapi jumlah tersebut belum mencukupi ketika musim liburan tiba.
"Tapi kalau lagi sepi, kayak begini, mas. Dalam seminggu saya baru dapat tamu, ya mas-mas ini," kata Kahar sambil mengendarai Jeep dengan jalan yang menanjak dan meliuk-liuk.
Kahar sangat berpengalaman membawa Jeep. Sambil bercerita, ia sudah mengetahui beberapa bagian jalan rusak yang harus dihindari. Ia juga bercerita bagaimana keberagaman agama di kawasan Bromo. Dimana terdapat suku Tengger yang beragama Hindu serta masyarakat muslim. Namun, kedua kelompok tersebut saling menghormati.
Paguyuban pengemudi Jeep di kawasan Bromo sepi penumpang di luar musim liburan. (Tribunnews.com/Ferdinand Waskita)
"Ya setiap hari ketemu, mas. Enggak pernah ada ribut-ribut. Tapi kalau dilihat ciri-cirinya, masyarakat Hindu itu selalu bawa sarung kemanapun, sampai berladang juga," kata Kahar.