Hari semakin siang, KompasTravel mencoba untuk naik ke puncak bukit dan melihat Embung Nglanggeran.
Kaki mulai mendaki anak-anak tangga yang sengaja dibuat untuk mempermudah.
Kami mulai melangkah pada anak-anak tangga pada pukul 11.30 WIB di tengah pancaran sinar matahari yang terik.
Hanya terdapat beberapa pohon kelapa yang melindungi. Namun ada pula satu buah saung sederhana yang dapat digunakan istirahat.
Hamparan sawah dan perkebunan buah serta gunung api purba dapat dilihat dari obyek wisata Embung Nglanggeran, Desa Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta, Minggu (23/8/2015). Embung Nglanggeran berfungsi sebagai pengairan untuk perkebunan buah seperti durian dan kelengkeng. (KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo)
Di tengah perjalanan terdapat prasasti berwarna hitam peresmian Embung Nglanggeran yang bertanda tangan warna emas Sultan Hamengku Buwono X.
Di sekitar prasasti terdapat replika buah durian dan kelengkeng yang dibuat dengan cara dicor.
Selain itu, pada badan bukit juga terlihat sebuah tulisan "Selamat Datang Kebun Buah Nglanggeran". Setelah 10 menit berjalan, kami tiba di tepi embung.
Air berwarna biru kehijauan menyegarkan mata di puncak bukit.
Dari atas bukit, kami bisa memandang hamparan perkebunan buah, gunung-gunung api purba, dan juga kaki embung yang dipenuhi oleh ratusan wisatawan.
KompasTravel mencoba untuk mendaki ke atas bukit untuk mendapatkan sisi lali dari embung.
Di atas bukit, terdapat area berkemah yang dapat digunakan.
Di sudut lain terdapat bebatuan kapur dan bangku yang dapat digunakan untuk duduk di bawah pepohonan.
Jika datang siang hari, tak perlu khawatir terpapar panas di tepi embung.
Di tepi embung, terdapat empat saung yang dapat digunakan berteduh.
Salah satu saung menyediakan makanan dan minuman ringan untuk para pengunjung.