Untuk yang mencari toilet, tersedia dua buah toilet yang dapat digunakan.
Di sekeliling embung, juga telah dipasang pagar pengaman untuk mencegah para wisatawan terjatuh ke dalam embung.
Dua wisatawan menyempatkan untuk berfoto di depan prasti peresmian Embung Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Minggu (23/8/2015). Embung Nglanggeran ramai dikunjungi wisatawan karena daya tarik embung beserta pemandangan yang terlihat dari tepi embung.
Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengatakan bahwa Embung Nglanggeran ini diresmikan pada Februari 2013.
Pembuatan embung ini, kata Aris, merupakan cara untuk menampung air demi pengairan perkebunan buah.
Sri Hamengkubuwono membuka dan meresmikan pada 19 Februari 2013 dengan nama “Kebun Buah Nglanggeran” karena diproyeksikan sebagai kebun buah.
Namun karena terkenal dengan embung di puncak bukit itu, lanjut dia, tempat ini justru dikenal dengan nama Embung Nglanggeran.
Dari papan informasi di kawasan wisata Nglanggeran memberikan penjelasan bahwa waduk mini atau embung muncul sebagai upaya untuk mendukung kegiatan kepariwisataan di Desa Wisata Nglanggeran atau kawasan Ekowisata Gunung Api Purba.
Sebelumnya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Bapeda DIY dan Gunung Kidul beserta pemangku jabatan lain melakukan survei terlebih dahulu pada tahun 2011.
Pada awalnya, terdapat dua tempat yang diusulkan menjadi embung yaitu Kawasan Gunung Pendem dan Gunung Gandu.
Setelah berbagai pertimbangan seperti ketinggian yang memungkinkan untuk pengairan dengan sistem gravitasi, maka dipilih kawasan Gunung Gandu.
Keberadaan embung ini berfungsi sebagai pengairan kebun buah yaitu kelengkeng.
Pemilihan durian dan kelengkeng sebagai tanaman buah di Nglanggeran bukan tanpa alasan.
Nilai ekonomi yang tinggi, telah tumbuh dan berkembang dengan baik menjadi alasan.
Embung Nglanggeran hadir sebagai solusi untuk menampung air hujan sehingga dapat mengairi perkebunan buah di saat musim kemarau datang. (Wahyu Adityo Prodjo)