“Jika di 2014 jumlah kunjungan sekitar 1.800-2.000 orang per bulan, sekarang per Juni atau Juli 2015 sudah mencapai kira-kira 3.000 kunjungan. Tapi tidak setiap bulan rata 3.000 kunjungan, ada beberapa juga yang kurang dari itu,” ujar Westra kepada Tribun Bali, Selasa (9/8/2015).
Tak ada dokumen resmi yang menerangkan kapan pasar ini berdiri. (Tribun Bali/Cisilia)
Letaknya tepat di seberang Pasar Badung, satu pasar tradisional yang menyediakan beragam kebutuhan bahan pokok sehari-hari.
Terpisahkan oleh sebuah aliran sungai, yakni Tukad Badung, kedua pasar ini dihubungkan oleh jembatan kecil yang dibangun sekitar 2007.
Menurutnya, untuk fungsi kedua pasar tersebut sama saja.
Bedanya adalah kehadiran pasar seni di Kumbasari, yang tidak ada di Pasar Badung, itu yang menjadi karakter dari Pasar Kumbasari.
Sementara produk yang lainnya, antara kedua pasar sama.
Keduanya beroperasi sama setiap hari, selama 24 jam.
Yang tidak 24 jam, menurut Westra adalah para pedagang.
Jika malam hari, banyak pedagang yang menjajakan jajanan, makanan tradisional dan berbagai kebutuhan dapur.
Untuk sejarah Pasar Kumbasari ini, menurut Westra, tidak ada dokumen yang menyebutkan secara pasti kapan didirikan.
“Tidak ada dokumen yang mengatakan tahun berapa mulainya. Tapi tersirat bahwa pasar ini sudah ada semenjak keberadaan Pura Desa di Bali. Jadi zaman dahulu, setiap ada Pura Desa pasti ada pasar. Namun secara legal, hari jadinya PD Pasar Denpasar ditetapkan pada 1 Agustus 1994, tapi berdirinya sudah ada sejak sebelum itu,” ujar Westra.
Tak Sejaya Dulu
Meskipun menyajikan suasanan tradisional, pedagang yang ramah hingga barang murah meriah, tidak menjamin Pasar Seni Kumbasari diserbu pengunjung dan wisatawan setiap harinya.
Ada saja yang datang, tetapi tidak sejaya dulu.