Di sebuah jembatan kami melihat beberapa pengendara motor yang asyik bercengkrama sambil menikmati pemandangan. Wah ternyata muaranya terlihat.
Di jembatan berikutnya kami turun. Kami melihat sungai sebagai muara dan lautan Indonesia samar-samar.
Rasanya agak deg-degan melihat muara yang berwarna kehijauan.
Apa ada buaya muara ya? pikir saya. Eh ketika ada mobil lewat, jembatannya bergoyang membuat dada berdesir takut nyemplung.
Setelah puas menikmati panorama muara, kami bergegas ke warung karena kepanasan.
Purworejo Kondang Akan Dawet Hitamnya
Karena Daendels ini juga melewati Purworejo maka ada beberapa warung dawet.
Kami singgah di Dawet Ibu Ngatmini, seorang nenek yang masih bersemangat berjualan dawet.
Sudah bertahun-tahun ia menjajakan dawet di kedainya yang sederhana.
Selain dawet, di situ ada berbagai kudapan. Kami langsung memesan dua mangkok es dawet hitam.
Es dawet ini dibuatnya sendiri. Untuk warna hitamnya ia menggunakan pewarna alami dari merang.
Ia tak tergiur menggunakan pewarna buatan meskipun prosesnya bakal lebih mudah.
Es dawetnya cantik disajikan dalam mangkok dengan paduan dawet hitam dan kuah santan putih yang alami bukan santan kemasan.
Setelah diaduk, kuah menjadi kecokelatan karena menggunakan gula merah.