Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hari Susmayanti
TRIBUNNEWS.COM, GUNUNGKIDUL - Inilah kuliner musiman yang dikenal cukup luas di wilayah hutan jati mulai dari Blora, Bojonegoro, Saradan, Caruban, Ngawi, dan terutama Gunungkidul.
Kuliner ungkrung ulat jati dalam bentuk goreng baceman.
Sebetulnya jenis makanan kaya protein ini tidak hanya disajikan dalam bentuk ungkrung atau sudah jadi kepompong.
Ungkrung goreng. (Setya Krisna)
Masih dalam bentuk ulat yang hampir jadi kepompong, juga tak kalah lezat.
Bagi warga Gunungkidul, jenis makanan yang hanya ada di awal musim hujan ini melengkapi jenis-jenis kuliner ekstrem lain mulai belalang goreng, puthul goreng (jenis serangga), dan olan-olan (ulat batang pohon turi).
Puncak musim ungkrung jati terjadi akhir Desember 2015 hingga awal Januari 2016.
Hari-hari inipun masih cukup mudah mendapatkan, baik langsung mencari di kebun, ladang.
Atau yang tak mau susah, beli di sejumlah warung atau di pasar.
Ulat jati yang masih berusia muda umumnya belum dikonsumsi, karena masih banyak mengeluarkan tinta lewat air liurnya. Rasanya kurang enak.
Ulat yang sudah dewasa, warga desa di Gunungkidul menyebutnya "udhel", dan memasuki tahap jadi kepompong, yang paling pas dan enak dikonsumsi.
Ungkrung yang masih menempel di daun jati. (Tribun Jogja/Hamim)
Ulat di fase ini punya siklus khas.
Setelah memiliki tubuh cukup besar dan dewasa, dan menghabiskan banyak daun jati yang dikonsumsi, pada jam-jam tertentu di pagi hari, mereka akan turun dari pohon jati.
Caranya seperti orang yang rapeling menggunakan tali.