Ia mengatakan sebelum bangsa Portugis tiba di daerah Tugu, mereka ditempatkan dahulu di Roa Malaka (dekat Stasiun Kota) saat 1661.
Di sanalah sekitar 80 persennya mati karena serangan penyakit malaria dan kelaparan karena kawasan tersebut masih hutan belantara.
“Sisanya, yang bisa bertahan lah yang dimerdekakan ke kawasan Tugu, tapi dengan syarat memeluk agama Kristen Protestan,” ujarnya. Ia pun mengatakan Belanda benar-benar ingin menghilangkan unsur Portugisnya, dari mulai bahasa, budaya, hingga agama.
Bersamaan dengan dimerdekakannya warga Portugis tersebut menjadi kaum mardijker (kaum yang merdeka), dibuat pula sebuah gereja Protestan, yang saat ini menjadi Gereja Tugu.
Frenky menunjukkan masih ada benda yang merupakan peninggalan Portugis langsung dari Roma, yaitu alat untuk membaptis anak. Selain itu arsitektur yang masih terjaga ialah dari jendela dan mimbarnya.
Beranjaklah dari sana ke samping gereja tersebut, terdapat makam-makam keturunan bangsa Portugis abad 20 dan 21, mereka menggunakan nama Portugis, seperti Seymons, Nicholas, Abrahams, Bernes, Michiels, dan Burkens.
KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia - Rumah tua berumur lebih dari 200 tahun sisa-sisa peninggalan nenek moyang Kampung Tugu dengan ornamen betawi bercampur Portugis.
Nama-nama tersebut sudah tidak lagi asli marga Portugis, karena kebijakan VOC pada masanya, nama Portugis dicampur dengan marga Protestan dari Belanda.
“Orang keturunan Portugis di sini tahun 1959 banyak yang ke Belanda. Sisa sedikit sekitar 300 kepala, itu juga sudah berakulturasi dengan berbagai macam suku di Indonesia,” ujar Frenky.
Sayangnya makam leluhur mereka di sebelum abad 20 sudah tertumpuk oleh makam keturunannya saat ini.
Dengan hanya sebidang tanah yang diberi VOC, mereka ingin tetap dimakamkan dekat Gereja, sesuai ajaran Portugis.
Wisatawan pun dipandu mengitari ke sekeliling Gereja oleh tim Jakarta Food Adventure.
Terdapat sungai dengan lebar 3-5 meter, konon sungai itulah yang sejak satusan tahun lalu menjadi jalur transportasi warga.
Semula tak ada yang tahu pasti asal usul sungai tersebut, sampai rombongan bertemu dengan salah seorang tokoh masyarakat bernama Andre Michels sebelum marganya diganti VOC menjadi Van Mardijkers.
Andre mengatakan sungai tersebut dahulu dibangun abad kelima oleh raja Purnawarman dan diberi nama Sungai Chandrabaga Gomati.