“Dahulu lebarnya 20 meter dengan dalam 5 meter, sayang sekarang sudah dangkal dan tak terurus,” ujar Van Mardijkers.
Ketika wisatawan berkeliling kompleks Protestan Tugu di sini akan terlihat lekuk-lekuk wajah masyarakat khas Portugis.
Menurut Andre, tanah kompleks tersebut merupakan pemberian saudagar tanah Belanda Cornelis Chastelein, seluas empat hektar.
Tak lama wisatawan singgah di salah satu kediaman tokoh masyarakat bernama Erni Lissie Michiels.
Di rumahnya tersebut akan dimulai tradisi adat Kampung Tugu, semacam misa bagi umat Protestan, namun bercampur adat leluhur.
Selain itu, ibu berusia 76 tahun ini menjelaskan tradisi lain yang masih dipegang masyarakat Kampung Tugu keturunan Portugis.
Yaitu ada "rabo-rabo", semacam silaturahmi ke rumah-rumah warga saat Natal.
Setiap rumah yang didatangi wajib melantunkan tiga lagu untuk tamu yang datang.
Selain itu ada "mandi-mandi", tradisi mengoleskan bedak ke pipi warga lain dengan artian meminta maaf dan saling membersihkan diri.
KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia - Warga Kampung Tugu bersama tim Jakarta Food Adventure menari diiringi musik khas Kroncong Cafrinho Tugu.
Beranjaklah sekitar 400 meter dari rumah Erni, di Gang Bineka nomor 28, sebuah rumah dengan gazebo kayu, tempat yang paling tersohor bagi penikmat musik Keroncong Cafrinho Tugu.
Keroncong Cafrinho Tugu sendiri merupakan seni musik akulturasi dari budaya Portugis, Melayu, Arab dan Betawi.
Tak lama wisatawan datang, berdirilah tujuh orang personel memegang biola, bass, gitar, dan ukulele.
Mereka memainkan lagu Keroncong Tugu berjudul bater a porta (ketuk pintu), sebagai lagu pembukaan.
Selain musik, yang tak kalah menarik juga di sini wisatawan akan disuguhkan camilan khas Kampung Tugu.