Batuan stalagmit di Goa Tapak Raja sendiri tampak berjajar tak beraturan.
Menurut Kepala Desa Wonosari, Kasiyono, Goa Tapak Raja diyakini sebagai lokasi pertapaan seorang raja pada zaman dahulu kala.
"Siapa nama rajanya yang bertapa di sini tidak disebutkan. Tapi pada zaman kerajaan, konon goa ini dijadikan sebagai tempat pertapaan. Itu juga diyakini oleh tokoh adat atau pemangku suku Paser," kata Kasiyoni, Kepala Desa Wonosari, Selasa (3/10/2023).
Setelah zaman kerajaan, kegiatan pertapaan di Goa Tapak Raja kemudian diikuti oleh seorang tokoh suku Paser pada zaman gerombolan, yakni sekitar 1950 hingga 1960-an.
Tokoh tersebut tinggal di dalam gua itu untuk memperdalam ilmu kanuragan atau ilmu bela diri secara supranatural.
Sampai sekarang, kata Kasiyono, masih ada orang yang datang untuk bertapa di dalam gua tersebut.
"Tapi kami tidak menjual paket wisata (ritual bertapa) itu," kata Kasiyono.
Tak hanya itu, masyarakat setempat percaya bahwa tokoh yang bertapa di Goa Tapak Raja tersebut memiliki seorang sahabat yang menunggu di dalam goa, bernama Bea.
Bea adalah semacam penghuni makhluk halus penunggu Goa Tapak Raja.
Maka itu, goa ini pernah disebut dengan nama Goa Bea.
Ada beberapa larangan bagi pengunjung di Goa Tapak Raja ini.
Salah satunya, perempuan yang sedang berhalangan (menstruasi) dilarang masuk ke area bagian dalam gua.
“Larangan lainnya cuma jangan mengotori dan berbuat sembarangan di gua,” kata Ruslan, salah seorang pemandu di dalam gua.
Dulu, kawasan di sekitar Goa Batu Tapak Raja banyak ditumbuhi pohon elai, yakni pohon durian berwarna kuning yang dalam bahasa Paser disebut dengan paken.