News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Revolusi Mental Butuh "JOB"

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, Kapolri, Jenderal Pol Sutarman, Kepala BIN, Marciano Norman, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Marsetio, dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Masekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menggelar jumpa pers di halaman belakang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2014). Jumpa pers ini terkait pembaharuan alutsista, intelejen negara, dan juga kesejahteraan anggota TNI dan Polri. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila

Koran Kompas menurunkan headline “Jokowi-Prabowo Beri Optimisme”, judul yang lain “Pasar kian yakin pada pemerintah baru”, dan “Bersatu membangun bangsa: Pertemuan Jokowi-Prabowo langsung mendongkrak rupiah dan indeks saham gabungan”, tulis Media Indonesia.

Cuplikan berita-berita tersebut mencerminkan keinginan masyarakat (wish) secara umum akan pemerintahan baru yang telah dilantik pada 20 oktober yang lalu.

Setiap momen pergantian pemerintahan, sangat manusiawi jika masyarakat  selalu berharap banyak akan adanya suatu perubahan yang lebih baik.

Dalam konteks Revolusi Mental upaya meletakkan “Jiwa besar Optimisme Berkarya” (JOB) sebagai panduan mendorong daya dukung publik  lebih aktif dalam proses internalisasi nilai merupakan suatu keniscayaan.

Untuk menjembatani harapan dan kenyataan, perspektif headline Koran nasional diatas tersebut perlu kiranya membuka horizon  tentang perlunya JOB khususnya dibidang prediksi ekonomi diletakkan dalam analisis kehati-hatian.

Optimisme dan keinginan (wish) meski merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan, namun dapat pula menjadi backfire (berdampak Sebaliknya) ketika kita tidak memperhatikan beberapa hal krusial lainnya.

Kita sering mendengar bahwa berfikir positive (positif thinking) sangat dianjurkan untuk mencapai tujuan dan kesehatan jiwa.

Buku-buku atau talk show tentang positive thinking bahkan sangan menjamur, seolah-olah ia menjadi jalan surga atau golden ways menuju cita-cita. Maggie Puniewska, kolumnis The Atlantic bahkan pernah menulis tajuk “Optimism is the enemy of action”, mengupas bagaimana positive thinking dapat menghalangi orang mencapai tujuan manakala tidak dibarengi dengan langkah konkrit.

Positive thinking yang kosong akan menurunkan motivasi orang untuk bekerja keras mencapai tujuan, demikian, kata Puniewska. Positive thinking seperti ini hanya katrok (konsep alasan teori ritual omongan kosong).

Gagasan ini sangat counter intuitive atau kontraksi dengan konvensional wisdom. Bahkan orang mungkin akan menentang karena berbeda dengan pandangan umum.

Sehat juga kita merujuk pada Profesor Gabriele Oettingen, Profesor dari New York University yang mencoba menggali lebih dalam apa itu positive thinking dan wish yang sebenarnya.

Bukunya yang berjudul “Rethinking positive Thinking : Inside the Science of Motivation”, Oettingen menjawab mengapa pandangan umum mengenai positive thinking memiliki kekurangan. Hasil penelitian Oettingen selama 20 tahun lebih menemukan meski optimismemembantu kita melupakan musibah atau kegagalan yang kita hadapi, namun optimisme ini dalam jangka panjang dapat membuat kita frustasi manakala kemudian tidak sesuai dengan realita yang dihadapi.

Pada sisi lain optimisme berlebihan juga bisa mereduksi energi kita untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan. Menurut Oettingen, bahwa positive thinking saja tidak cukup untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini