News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Indonesia Super Peduli

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila

TRIBUNNEWS.COM - Diskusi terbatas, tertutup bahkan Rapat Kabinet tentang pengadaan Kereta Api Super Cepat Jakarta-Bandung mengkonfirmasi kebijakan publik tersebut menyita energi masyarakat luas. Sesuatu yang baik dan positif di era Demokrasi semua dapat menerima Multi Opini baik yang Pro maupun Kontra tentang Kereta Api Super Cepat. Sebagai ilustrasi penelitian terkini dari ekonomi London School of Economics, Jan – Emmanuek De Neve dan Michael Norton dari Harvard menunjukan kuatnya fenomena Easterlin Paradox dalam pembangunan, dimana pertumbuhan yang tinggi ternyata tidak selalu berkorelasi positif dengan kepuasan (bahasa umumnya money doesnot always bring happiness).

Satu hal yang perlu dipahami dalam konteks kebijakan publik adalah kompleksitas perilaku manusia di tengah keinginannya, meski keinginan tersebut sangat marjinal. Ketidaksinkronan kedua sisi ini sering menyebabkan kontradiksi. Sisi kebijakan kadang bersifat linier, the more the better (lebih banyak lebih baik), padahal respon manusia terhadap kebijakan tersebut sering bersifat non linier.

Kadangkala capaian yang diinginkan oleh masyarakat tidak setinggi apa yang diinginkan oleh pengambil kebijakan. Fenomena ini sering disebut sebagai “Paradoks medali perunggu”. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Emily Bianchi dari Emory Business School terhadap para pemenang medali perak dan perunggu di setiap olimpiade menunjukan fenomena yang unik ini. Ternyata pemenang medali perunggu mununjukan psikologis yang lebih bahagia ketimbang pemenang medali perak. Bahkan senyum pemenang medali perunggu ternyata lebih tulus senyum dari senyum pemenang medali perak ketika ia menerima medali tersebut di podium (biasanya pemenang medali emas menerima medali bukan senyum namun air mata keharuan dan kebanggaan). Pemenang medali perak cenderung menampilkan senyum Duchene (senyum yang dipaksakan). Diberi nama Duchene yang tidak lain adalah ilmuan Perancis yang mempelajari fenomena senyum tulus dan senyum palsu).

Hal ini tidak ditemukan pada pemenang medali perunggu. Mengapa ini terjadi? Victoria Medvec dkk dari Cornell University menyebut feomena ini sebagai “ Counterfactual Thinking” dimana apa yang dicapai seseorang ia bandingkan dengan kondisi skenario yang lainnya (jurnal yang mereka tulis inipun judulnya dimulai dengan kalimat “ When less is more” ketika kekurangan menjadi kelebihan).

Bagi pemenang medali perak , Counterfactual thinking adalah fokus pada medali emas, ia mungkin berfikir “Coba saya usaha sedikit lagi, bias dapat emas”, Kondisi ini yang kemudian menyebabkan kecewa, sehingga menghasilkan senyum “Deuchene”. Namun bagi pemenang medali perunggu, “counterfactual thinking” adalah tidak memperoleh medali sama sekali. Perbedaan kategori antara memperoleh medali dan tidak memperoleh medali sama sekali, tidak memiliki para pemenang emas dan perak. Demikian menurut Jason Goldmans dalam tulisannya “ Why bronze medalists are happier than silver Winners?” di majalah Scientifi American.

Yang dibutuhkan oleh masyarakat sebenarnya sederhana saja, ketersediaan pangan, jalan yang tidak macet, trotoar yang bisa digunakan pejalan kaki, lalu lintas yang tertib, udara yang segar, taman yang asri, tidak terlalu berlebihan disana sini, pas, tepat sesuai kecukupan dan tidak berlebihan.

Dalam perspektif perilaku dikenal Prinsip Goldilock. Prinsip Goldilock merupakan prinsip ketepatan yang sering ditemukan dalam perencanaan pembangunan, ekonomi, sosial dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Prinsip ini mengandung Kaidah “Kesesuaian, Kesederhanaan Kecukupan, Keselarasan Keseimbangan, dan entunya Anti Kerakusan”.

Berkaitan dengan rencana pembangunan Kereta Api Super Cepat Jakarta-Bandung melihat urgensi kepentingan nasional aspek RESEP PAKET JITU atau Rekonstrusi Ekonomi Stabil Efisien Prospektif Peningkatan Aksi Kinerja Efektif Terukur Jaringan Investasi Tenaga Kerja Unggul Serta Menyesuaikan Economic Driven yang akan muncul dari program tersebut memerlukan pertimbangan seksama bukan hanya dari aspek fiskal moneter tetapi Sikap Utamakan Pembangunan Ekonomi Rakyat Perhatian Efek Domino Unsur Lingkungan Investasi atau SUPER PEDULI. Prinsip Goldilock layak diajukan sebagai referensi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini