Oleh : Jamie Raya
TRIBUNNERS - Perbincangan publik mengenai kasus skandal dalam rekaman berbahaya persekongkolan jahat perpanjangan kontrak PT Freeport McMoRan yang di lakukan antara Setya Novanto (SN), Muhammad Reza Chalid (RC) dan Maroef Syamsudin (MS). Secara sadar dan masif, menyita energy khalayak republik akhir-kahir ini.
Ilustrasi skandal “papa minta saham” (mou mafia) yang kian trendi kini, bermula terbongkar dari kicauan yang berujung pelaporan Menteri ESDM Sudirman Said (SS) ke Mahkama Kehoramatan Dewan (MKD) terkait adanya pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh SN dalam perbincangan berbahaya tersebut. Sebelumnya tak ada yang mengira, bahkan masyarakat meneba-nebak siapa tukang catut ini.
Inikah negeri yang lekat dengan berbagai skandal, seolah tak pernah bergeser menyelundupkan mentalitas pragmatis (eksekutor) kendatipun peradaban dunia semakin melaju. Sikap tunarasa orang-orang di pusaran kekuasaan yang hingga akhirnya merembes pada distorsifnya moralitas institusi negara, mereduksi makna pejabat publik menjadi sangat dangkal bagi khalayak penerima dampak.
Sebab tak ayal, objek yang berbicang dalam rekaman tersebut adalah orang-orang besar, hebat, gerbong elite yang menguasai panggung strategis di republik ini. Konon selain SN, RC, dan MS. Yang mecengangkan, ternyata isi rekaman ada 66 kali nama Luhut Binsar Panjaitan (LP), Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM yang disebut ikut nimbrung dalam percakapan tersebut, ruar biasa.
Rangkain pelik persekongkolan para pemburu rente ini, alhasil menurut Rizal Ramli (RR) yang membuai dengan fantasi ngepretnya, bahwa kasus konyol yang disajikan saat ini sesungguhnya tidaklah lain hanyalah drama, sinetronisasi dungu dari perseteruan dua kubu.
Semakin kabur, infotaimen politik yang disampaikan RR, terkesan ambigu, gelap tidak modis menempatkan dirinya sebagaimana layaknya posisi pejabat negara yang seharusnya bersikap lebih netral dan transparan, tidak memperkeruh situasi. Kegaduhan tafsir semakin menjadi-jadi akibat statemen si ngepret ini seakan mengkonfirmasi sekaligus, betapapun dirinya tahu siapa saja yang terkoneksi dalam satu mata rantai jaringan kubu yang terjerat skandal.
Sedikit resensi Ngepret, jurus sableng yang legal dalam seri cerita silat pendekar-pendekar gendeng. Senjata andalan Wiro saat berburu petualangan di dunia pesilatan bersama sang Sinto (guru gilanya yang canggih).
Digandrungi lisensi orang sakti, Wiro baru bisa mewariskan ngepret, doi melewati sederatan terjal iblis. Bahkan si gendeng harus bertarung dengan siluman betina dari telaga Luwu. Itu sebabnya sedari awal dipastikan bukan sekedar timbulkan kegaduhan, badai gurun pun bisa terjadi jika siapapun genit bereksperimen meraung bertarung pakai trik kepala rajawali yang berasal dari lembah tengkorak ini.
Kembali ke LP yang memilih langkah reaktif atas kasus skandal besar yang akhirnya menjadi prahara disebabkanterlanjur dimuatnya pada arena publik ini. LP bahkan lebih cepat tanggap dibanding dari pada siapapun termasuk Presiden dan Wakil Presiden sebagai korban pencemaran nama baiknya dicatut.
Barangkali sikap yang diambil LP tepat sasaran, agar masalah segera dapat dilokalisir, tidak semakin menyebar dan menyeruak kemana-mana sehingga berefek buruk pada stabilitas politik episode baru terutama seteru antara Eksekutive versus Legislative yang memang selama ini terjebak pada anomaly "rival" politik pasang surut. Langkah responsive LP, adalah tindakan hebat menjadi tameng kehormatan Presiden dan Wakil Presiden, karena diakui memang dia adalah salah satu dari sekian representasi halaman istana.
Apa yang terjadi?! Publik dan media massa mungkin terlalu spekulatif atau setidaknya kecolongan. Langkah seribu yang di ambil LP tampaknya tidak seperti yang media dan khalayak duga. LP benar agresif, bukan bertindak layaknya super hero penyelamat negara.
Tetapi reaksi yang menggemparkan pada konferensi persnya LP (terutama), sejatinya seolah-olah LP ingin berusaha memutus penularan dan penyerempetan kemana-mana kasus ini. Lebih Surprise-nya lagi, justru LP (sang mantan jenderal) dengan nada yang menggebu-gebu, tunnes-nya tegas menuding SS bertindak di luar “koridor norma”.
Bahwa tindakan pelaporan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang di ambil oleh SS tidaklah atas pengetahuan Presiden. Kesan negative yang ingin digiring LP, publik menangkap sinyalemen seolah-olah si pelapor (SS) bersikap independen melangkahi Presiden dan Wapres. Intonasi “adu domba” semacam itu memancing panas mendidihnya emosi khalayak awam yang menjurus pada SS bisa saja terjadi.
Tetapi tak pelak "untung sebelum buntu" hal tersebut segera langsung dijawab oleh Jusuf Kalla (JK). Wakil Presiden saat di konfirmasi membenarkan SS bahwa sebelum melapor ke KMD, sudah terlebih dulu menghadapnya.
Banyak suara sumbang menanyakan mengapa LP begitu jinak? justru sasaran tembak ngepretnya SS (satu kandang).
Dan mengapa pula LP tak terpengaruh dengan namanya yang di sebut berulang kali dalam rekaman berbahaya tersebut. Bahkan LP mengatakan, Istana tidak akan mengambil langkah hukum terkait kasus itu. (Baca: Luhut Kita Tidak Ada Waktu Ambil Langkah Hukum).
Sang mantan jenderal, kemungkinan geger dan jalan panik temu wartaberita yang LP ambil pada saat itu dikarenakan kekhawatiran terbongkarnya kotak pandora sel mafia yang terjaring dalam kubu per kubu di rebuplik ini yang sudah terlanjur besar terorganisir. Sehingga sampai-sampai LP mondar-mandir di belakang istana. (Baca: Menko Luhut Diam-diam Temui JK, Ada Apa?).
Tapi bisa jadi, mungkin pesohor sekaliber LP sedang berupaya mencari perhatian ke Presiden dan Wapres, salah satunya dengan mengancam akan menertibkan aktivitas media sosial (Baca: Netizen Ramai Menolak Rencana Luhut Tertibkan Medsos).
Usulan lainnya menuai kritik karena dianggap berpotensi menghancurkan Indonesia yaitu agar pemilik rekening gendut tidak dihukum tetapi cukup diminta membayar pajak sebagai penyelesaian terhadap pelanggaran hukum yang mereka lakukan (Baca: Usulan Menko Luhut Bisa Menghancurkan Indonesia). Usaha-usaha LP atau barangkali upaya untuk mengelak dari skandal yang menyeruak? Wallahualam bissawab.
Basa-basi Sidang Etik MKD
Trio pesohor tukang gadai harga diri bangsa ini dengan sekedar nilai tukar tambal saham berkolaborasi apik. Mereka pesohor yang mampu memodifikasi pasar hukum sekaligus. Bayangkan MKD sebelumnya memutuskan untuk tak menindaklanjuti laporan Menteri ESDM SS karena dianggap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR tersebut tidak memiliki legal standing. (Baca: Setya Novanto Batal Laporkan Sudirman Said ke Polisi).
Penetrasi sidang etik perdana di MKD seakan menyediakan aroma pasar hukum yang berdasarkan pada besar-kecilnya pertukaran. Bahwa jika media tidak control dan bebepa anggota Dewan yang form dengan nilai dan norma belum terkontaminasi tak membahas intensif, maka skandal tentu dapat di pastikan akan macet dan mogok begitu saja.
Contoh kasus Trumpgate, pelesiran ke amrik SN, Fadli Zon dkk (dengan kawan-kawan) yang berujung selfie menggemparkan pada saat kampanye Donald (calon presiden Amerika). Kasusnya hanya bertengger pada pertengkaran yang timbul dan tenggelam dalam kontestasi opini.
Sedikit menggelikkan, terjadi tiba-tiba perombakan anggota MKD yang dilakukan oleh fraksi kubu tukang catut, organisasi politik di mana dia bernaung turun gunung untuk Back Up skandal. Rotasi dengan formasi baru yang berpotenis mengancam konsensus pecah, karena sinyalemen yang terbaca polarisasi KIH versus KMP masih sangat kuat dan keras bertarung.
Dengan begitu, apa hendak diharapkan khalayak pada proses kode etik di MKD, melainkan sensasional berbagai koleksi skandal yang terdokumentasikan. Selebihnya ketidakpatutan SN, tukang catut paling direproduksi secara massal di dunia maya facebook, dan hashtag twitter. Publik di buat larut dalam stimulasi perbincangan skandal ini melalui situs jejaring social saja.
Tapi yang jelas, proses di MKD reputasi Partai dipertaruhkan. Khalayak akan mecatat prilaku imitasi dewan perwakilan rakyat yang mana dengan sengaja merekayasa skandal ini hanya untuk meraih ”pengampunan” sosial dan mana yang tidak palsu. Khalayak tunggu impresi palsu sidang MKD.
Relawan Jokowi-JK Menggugat
Demi menyelamatkan negara yang tergadaikan, upaya mempertahankan martabat kehormatan nama Presiden dan Wakil Presiden yang di catut oleh trio pemburu rente.
Relawan Jokowi-JK pion revolusi mental perlu mengambil keputusan tegas, agar skandal ini tak menuai jalan panjang yang mengikis habis kewibawaan baik secara personal Presiden dan Wakil Presiden maupun Negara dalam skala besar.
Ada indikasi kriminal, betapapun khalayak jika tak bisa terlalu berandai-andai pada relawan Jokowi-JK untuk bertindak jauh yaitu melaporkan kasus ini pada aparat negara, paling tidak minimal khalayak ada harapan ke relawan bergerak patungan mengumpulkan koin untuk di bagikan kepada mereka para bagundal (tukang catut).
Relawan jangan ikut-ikutan loyo berhadap-hadapan dengan kekuatan berbahaya dari para pesohor asing ini, barangkali saja rekaman mengerikan masih menumpuk di brangkas mereka. Dan tekad Relawan Jokowi-JK mestinya menyambut semangat SS yang ingin sapu bersih praktik pemburu rente di republik ini, hal baik yang perlu di apresiasi.
Revolusi mental dan nawa cita yang diajarkan Jokowi-JK jangan sampai di buat wafat terlindas dan ditumpangi para tukang catut. Mereka yang lihai menyimpan seni persekongkolan. Isme-relawan yang melekat tanpa embel-embel mestinya lebih peka pada setiap persoalan yang muncul, menjadi super aktif mencarikan solusi, berang dan tak cair menerima Presiden dan Wakil Presidennya di hina. Relawanisme juga harus menjadi security bagi negeri ini agar tidak menjadi sarang mafia. Skandal catut nama symbol negara untuk digunakan lelucon papa minta saham dari mereka para pesohor, adalah bukan saja keterlaluan, tapi kejahatan luar biasa. (Baca: Fuad Bawazier: MKD Usut Kasus Novanto, yang Usut Luhut Siapa?)
Relawan Jokowi-JK silahkan simak dengan akal sehat, jangan latah apalagi gagap. Petimbangkan, bagiamana teramat bahayanya kasus ini. Kapolri Badrodin Haiti (BH) sedari awal jelas-jelas bergeming tidak bisa menindaklanjuti lakukan pengusutan dan penyelidikan kasus ini selagi belum ada pihak manapun yang merasa dirugikan dengan melakukan pelaporan.
Barangkali penegak hukum di isntitusi ini membutuhkan adanya legal standing, seperti juga MKD? Entahlah yang jelas BH seolah tak berselara, in the bad mood dengan "papa minta saham" (Baca: Kata Kapolri, Polisi Tak Bisa Usut Pencatutan Nama Tanpa Laporan Jokowi-JK). Lalu pioneer Relawan Jokowi-JK bedah embel-embel BH tersebut dan elaborasi dengan kuliah hukum ketatanegaraan dari Refly Harun. (Baca Kasus Catut Nama Kepala Negara Tak Diusut Penegak Hukum, Giliran hal Sepele yang Ecek-ecek diusut).
Yang jelas Presiden Jokowi dan Wakli Presiden Jusuf Kalla tak happy namanya disebut-sebut dalam perbincangan antara Ketua DPR SN, Pengusaha RC, dan Presidir (Bos) Freeport Indonesia MS (skandal trio pesohor) ini. Jokowi pun mewanti-wanti agar MKD DPR mengusut tuntas kasus selurus-lurusnya tanpa intervensi dari pihak mana pun. Kendatipun Presiden dan Wapres memang tak pernah menunjukkan raut murka, namun dengan menggunakan frasa 'papa minta saham' yang sempat jadi trending topic adalah tanda baca yang amat terang buat khalayak dan relawannya, bahwa Presiden dan Wakil Presiden marah.
Akhirnya dari mereka para pesohor (gembong mafia), hipotesa copot dan mundurlah seyogianya menjadi pilihan penyelamatan negara yang elok dan bermartabat. Sembari khalayak mengharapkan budaya malu di pentaskan. Sebab tanpa langkah berani ini dilakukan, kita takkan bisa menghaluskan politik yang saling melindungi kejahatan. Karena panggung kebudayaan tak dapat lagi selentur paripurna membahasakan betapa bahayanya pengkhianatan keluhuran amanah.
Berniat mengakhiri bencana mengerikan seperti ini terulang kembali, tugas penting bersama (MKD, RELAWAN, KAPOLRI, KPK, JAKSA AGUNG) dan pilihan politik cendekia sebagian anggota Dewan yang hendak berkarya di jalan pengabdian DPR, semoga tak ikut nimbrung dengan gangster papa minta saham yang ugal-ugalan memacetkan jalan-pikiran Republik ini. Kelas bancakan para pesohor yang berpotensi bubarkan hingga meluluhlantahkan sistem bernegara kita.
Soal PT Freeport McMoRan purba yang konon katanya, kecuali "orangnya sakit jiwa" tak ada satu rezim manapun yang punya nyali menjinakkan corporate besar ini lakukan renegosiasi. Selagi khalayak menunggu ada yang bernyali, semoga Negeri ini tidak terlalu seronok kontrak kejahatan yang berbahaya di perpanjang. Itu tak kalah penting.