News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pertaruhan Kehormatan DPR dalam Perpanjangan Kontrak Freeport di Indonesia

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPR Setya Novanto berjalan meninggalkan ruang sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) usai mengikuti sidang kode etik di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (7/12/2015). Setya Novanto menjalani sidang MKD secara tertutup terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh dirinya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Oleh : Ketua Presidium GMNI, Chrisman Damanik

TRIBUNNERS - Keberadaan Freeport di Indonesia di tahun 1967, kembali menuai polemik semenjak perpanjangan kontrak karya di akhir tahun 2015 kegaduhan politik di Indonesia.

Pada kasus ini, para penyelenggara negara jangan sekali-sekali mengorbankan rakyat untuk
kepentingan pribadi dan golongan, Hendaknya DPR sebagai representasi seluruh rakyat Indonesia
menjaga marwah lembaga tinggi negara tersebut.

Setiap lembaga Negara tentunya memiliki tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban yang harus
dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Tidak ada satupun yang dapat mengingkari atau
mengambil alih tanggung jawab yang telah melekat pada setiap anggota lembaga tinggi negara
tersebut.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejatinya menjadi garda terdepan menjaga marwah dan kehormatan
negara bukan malah sebaliknya, Anggota DPR menjadi garda terdepan menjatuhkan dan
merongrong kehormatan negara dimata rakyat Indonesia bahkan dimata Internasional.

Banyak pejabat negara yang salah kaprah menjalankan fungsi dan wewenangnya sebagai
penyelenggara negara dalam perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal Amerika
tersebut, sehingga tidak menjalankan fungsinya sebagaimana telah diatur dalam undang-undang dan
berujung pada memasuki wilayah kerja lembaga negara lain.

Hal tersebut dikarenakan banyak pejabat tersebut ingin menikmati “gula manis” dari perusahaan tersebut.

Seperti yang dipertontonkan pimpinan DPR RI yang masuk ke wilayah kerja eksekutif dengan
beralasan untuk mempermudah kerja-kerja pemerintah. Beliau melakukan pertemuan dengan bos
perusahaan Freeport untuk membahas perpanjangan kontrak karya, dan mengesampingkan
pemerintahan saat ini.

Jelas hal ini adalah tindakan yang tidak sesuai dengan porsinya dan seolah-olah oknum di dalam DPR telah mengambil wewenang pemerintah yang sah saat ini.

Karena perbuatan oknum anggota dewan tersebut jelas telah mencemarkan nama baik DPR sebagai
lembaga tinggi negara dan perwujudan seluruh rakyat Indonesia, selayaknya diproses dan diadili di
MKD(Mahkamah Kehormatan Dewan ) agar semua terang benderang dan semua rakyat Indonesia
tahu siapa yang benar-benar memperjuangkan dan mempertahankan kedaulatan Indonesia.

MKD sebagai benteng terahir tegaknya marwah para wakil rakyat di DPR haruslah menjaga
independensinya walaupun mereka adalah perwakilan dari partai-partai yang ada. Akan tetapi adalah
kewajibannya untuk tetap obyektif menilai pelanggaran setiap anggotanya. Sehingga keputusannya
sesuai dengan harapan rakyat untuk mensejahterakaan rakyat Indonesia.

Sebenarnya “Gula Manis” tersebut bukan hanya ingin dinikmati oleh salah satu lembaga Negara saja,
akan tetapi terindikasi juga pada penyelenggara Negara yang lain. Oleh karena itu GMNI mendesak
agar:

1. MKD untuk mengembalikan kehormatan dan marwah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
sebagai keterwakilan rakyat Indonesia.

2. Tindak tegas para pemburu rente yang menghisap kekayaan negara pada setiap
penyelenggara Negara.

3. Mendesak pemerintah untuk menasionalisasi Freeport sesuai dengan amanat UUD 1945
pasal 33 untuk mensejahterakaan rakyat Indonesia khusunya rakyat papua.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini