Oleh : Kristiyono Nugroho
TRIBUNNERS - Di antara beberapa kota yang ada di Indonesia, Jakarta adalah salah satu kota yang terbilang cukup menjanjikan selain Surabaya dan Bandung untuk mengais rejeki bagi masyarakat pedesaan.
Bahkan menurut sebuah portal real estate global yang bernama Lamudi, Jakarta termasuk lima kota yang ada di negara berkembang yang dianggap sebagai silicon valley atau jantung perusahaan selain Medellin (Kolombia), Amman (Yordania), Lahore (Pakistan), dan Lagos (Nigeria).
Predikat Jakarta sebagai jantung perusahaan tentu saja bukan isapan jempol semata. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya gedung-gedung pencakar langit yang tegap berdiri hampir diseluruh wilayah Jakarta, dari mulai gedung pemerintahan, perusahaan dan lain sebagainya.
Kondisi seperti inilah yang kemudian menyebabkan banyak orang dari seluruh penjuru Indonesia untuk mengadu nasib di ibu kota. Tak sedikit dari mereka ada yang berhasil tapi tak sedikit pula ada yang kemudian mengalami kegagalan dan tinggal di jalanan.
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB), kenaikan Jumlah penduduk di DKI Jakarta periode 2010-2014 meningkat mencapai 1,43 persen.
Selain itu, berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI, saat ini jumlah penduduk kota Jakarta sudah mencapai 12,7 juta orang pada siang hari dan 9,9 juta orang pada malam hari.
Masalah lainya yang dihadapi oleh pemerintah daerah Jakarta terhadap lonjakan jumlah penduduk tersebut adalah masalah pemukiman atau tempat tinggal.
Jika jumlah penduduk Jakarta mengalami pertambahan namun tidak diseimbangi dengan luas daratan yang ada, maka akan menjadi permasalahan sosial yang baru seperti kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
Di beberapa negara maju seperti China, Singapura dan Belanda kepadatan penduduk juga menjadi persoalan yang sangat mendesak.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, pemerintah setempat mengubah kawasan pantai yang rusak menjadi sebuah lahan baru yang memiliki nilai yang cukup tinggi.
Oleh sebab itu dengan kondisi Jakarta yang cukup memprihatinkan tersebut, reklamasi adalah sesuatu yang lazim dilakukan.
Karena tidak mungkin jika pemerintah DKI Jakarta harus mengorbankan lahan-lahan yang produktif untuk dialihfungsikan menjadi lahan pemukiman.
Apalagi, reklamasi teluk Jakarta yang nantinya akan selesai pada tahun 2018 dampaknya sudah dikaji secara mendalam oleh pemprov DKI bersama dengan pakar kelautan, perikanan dan tata ruang kota.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisir dampak negatif yang selama ini dikhawatirkan oleh sebagian masyarakat.