DARi Abdullah bin Umar r.a berkata bahwa Nabi Muhammad SA bersabda:
"Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya (yang digembalakannya)" (HR. Bukhari).
Beragam persoalan setelah dua tahun berjalannya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus mendapat perhatian serius semua pihak.
Mekanisme menyulitkan dan layanan berjenjang yang mengancam keselamatan jiwa, diskriminasi kualitas layanan sesuai besaran iuran yang dibayarkan, beban finansial ganda yang dialami pasien karena tidak tercakupnya layanan yang dibutuhkannya dalam tanggungan BPJS.
Juga dilema yang dihadapi insan kesehatan menegaskan bahwa progam ini mengandung kesalahan paradigmatis, bukan hanya persoalan teknis.
Kesalahan mendasar itu adalah bahwa JKN merupakan wujud pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang seharusnya ada di pundak pemerintah, dipindahkan ke tangan institusi yang dianggap berkemampuan lebih tinggi dalam membiayai kesehatan (BPJS Kesehatan) melalui mekanisme asuransi sosial.
Mekanisme inilah yang mewajibkan pembayaran iuran rutin (premi) agar peserta bisa mendapatkan layanan kesehatan yang merupakan hak setiap orang.
Maka bisa dipastikan ruh pengelolaannya adalah untung rugi, bukan pelayanan.
Demi mengatasi persoalan terkait, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
1. Program JKN tidak akan bisa memberikan jaminan layanan kesehatan berkualitas bagi seluruh rakyat.
JKN justru membenarkan lembaga asuransi memberikan layanan kesehatan massal dengan kualitas seadanya bagi rakyat miskin.
JKN juga menjadi saluran resmi komersialisasi layanan kesehatan oleh perusahaan asuransi yang dipaksakan melalui undang-undang.
Karena itu janji pemerintah bahwa setelah berjalannya program JKN tidak akan ada lagi pasien yang ditolak rumah sakit dan tidak ada lagi miskin karena mahalnya biaya berobat hanyalah mimpi panjang yang harus dialami puluhan juta masyarakat Indonesia.
2. Terlebih lagi bahwa mekanisme asuransi adalah perkara yang diharamkan Islam. Karena akad bathil yang terjadi didalamnya.
Asuransi bukan jaminan seperti syarat-syarat hukum tadlmiiin sesuai syari’ah Islam. Karenanya, mempraktekkan asuransi adalah menjalankan keharaman.