News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Fenomena Kelas Menengah di Indonesia Senang Melakukan Kesalehan Individual

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ditulis oleh : Alpha Amirrachman

TRIBUNNERS - Prof Gerry van Klinken, peneliti senior dari Netherlands Institute for Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) Leiden, mengatakan bahwa populasi kelas menengah Indonesia meningkat pesat dan pengaruh mereka pun bertambah besar.

"Mereka senang dengan politik dan memiliki kecenderungan beragama yang konservatif," ujar Gerry pada diskusi "Konservatisme dan Pengalaman Beragama Kelas Menengah Indonesia" di Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) dalam rangka milad ke-52 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Jakarta (8/3/2016).

Diskusi yang dipandu Direktur Eksekutif CDCC Alpha Amirrachman, ini juga menghadirkan Dr Sudarnoto Abdul Hakim dari PP Muhamadiyah dan Jajang Jahroni, dari PB Nahdlatul Ulama.

Gerry menambahkan bahwa kelas menengah ini tidak menempati kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya namun menempati kota-kota “menengah” di tingkat provinsi seperti Kupang, Pekalongan, dan cenderung mendekatkan diri dengan kalangan birokrat.

Berbeda dengan keleas menegah di Amerika dan Inggris, kelas menengah Indonesia lebih mencitai negara, menolak pasar besar, mengutamakan putra daerah, dan menguasasi daerahnya melalui jalur informal.

Menurut Gerry, umumnya kelas menengah keatas puas dengan penghasilannya, berbeda dengan kelas menengah kebawah yang menunjukkan korelasi pendidikan dengan pekerjaan dan penghasilan dalam mempengaruhi pilihan politik.

Gerry juga menengarai ternyata masyarakat kelas menengah atas tidak terlalu memaksakan hukum agama, namun kelas menengah ke bawah ternyata lebh mendukung syariah, karena itu perda syariah populer di kota-kota menengah.  

Walau hal ini tidak berhubungan denga terorisme, tapi berkorelasi dengan konservatif atau progresifnya sebuah masyarakat, ujar Gerry.

Sementara Sudarnoto Abdul Hakim dari PP Muhammadiyah mengatakan bahwa terbentuknya kelas menengah merupakan keberhasilan dari pendidikan.

Sama seperti Gerry, Sudarnoto setuju bahwa kelas menengah menjadi faktor dominan dalam perubahan sosial dan politik.

Selain pendidikan, faktor ekonomi seperti perkembangan dunia perdagangan internasional turut membantu mobilisasi traditi, budaya, ide bahkan ilmu pengetahuan dan turut memperngaruhi faktor pendidikan.

"Dalam suatu perubahan sosial, dimana masyarakat memegang peranan, maka kelas menengah-lah yang paling berperan,” ujar Sudarnoto yang juga Ketua Dewan Pakar Koordinator Nasional FOKAL (Forum Komunikasi Alumni) IMM ini.

Sudarnoto menambahkan bahwa arus konservatif berkembang juga karena kondisi sosial ekonomi. Menurutnya, kelompok progresif dan liberal-lah yang mencetuskan sekularisme.

Jajang Jahroni dari PB Nahdlatul Ulama menengarai bahwa dukungan pada syariat Islam memang besar di Indonesia.

Tapi ketika diperinci pertanyaannya, seperti soal hukum rajam, justru persentase pendukung menurun. Dengan demikian, syariat dalam konsep ideal bergantung pada penafsiran masing-masing.

"Masyarakat sekarang semakin menginginkan clean governance, perbaikan infrastruktur. Semakin lama masyarakat lebih berpikir subtantif, bukan lagi berbicara simbol-simbol agama," ujar Jajang yang juga Wakil Ketua Lembaha Pendidikan Tinggi PB Nahdlatul Ulama ini.

Jajang sepakat telah terjadi peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia yang signifikan. Kelas menengah sekarang ini begitu sadar terhadap kemajuan teknologi dan terhadap pentingnya akses ekonomi setelah era reformasi.

Jajang mengatakan bahwa walaupun dukungan pada syariah menurun, namun dimensi konservatisme tercermin dengan kuat dalam perilaku keagamaan kita sekarang dalam bentuk keshalehan individual.

Ia memberikan contoh seorang muslim yang sukses semakin sering melakukan ibadah umroh, dan senang memamerkannya melalui media sosial.

“Masyarakat semakin senang melakukan kesalehan-kesalalehan individual,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa pada saat yang sama poligami merebak di kalangan kelas menengah muslim.

Menurutnya, kelas menengah di Indonesia memiliki kencederungan shaleh, konsumtif dan narsis.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini