Sedangkan mengenai syarat berobat bagi pasien rujukan, mungkin pihak rumah sakit belum mensosialisasikan ke masyarakat tentang apa dan bagaimana prosedur serta persyaratan yang harus dipenuhi sehingga RSUD juga perlu memperbanyak tempat untuk sosialisasi agar masyarakat mengerti dengan prosedur dan syarat-syarat dalam menggunakan fasilitas gratis dalam berobat.
Namun, menurut penulis selain beberapa solusi yang telah diberikan oleh pihak Ombudsman, pihak RSUD juga harus lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang ada dengan cara menambah jumlah SDMnya sebagai input untuk memberikan pelayanan yang lebih optimal.
Peningkatan kebersihan juga harus selalu diperhatikan agar pasien merasa nyaman dan betah untuk menunggu sehingga image yang positifpun perlahan akan didapatkan oleh RSUD Tengku Rafi’an.
Selain itu, rapat atau musyawarah juga bisa dilakukan antara pihak RSUD dengan lembaga daerah lainnya dengan tujuan untuk mencegah terjadinya masalah serta sebagai tempat untuk saling berbagi tentang permasalahan yang ada sehingga solusi yang efektif juga akan lebih mudah didapat.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa pelayanan pemerintahan dalam bidang kesehatan tepatnya di RSUD Tengku Rafi’an Siak masih banyak terdapat kekurangan.
Hal ini terjadi karena kurangnya komunikasi antara pihak RSUD dengan masyarakat sekitar yang ingin mendapatkan pelayanan namun kurang memahami tentang prosedur yang berlaku sehingga mereka hanya bisa memprotes dan menuntut mendapatkan pelayanan tanpa tahu syarat apa yang seharusnya mereka penuhi dan bagaimana sebenarnya prosedur yang berlaku.
Kurangnya sarana dan prasarana juga menghambat efektifnya pelayanan yang diberikan. Dengan SDM yang minim serta kondisi RSUD yang hanya memiliki beberapa loket antrian jelas membutuhkan waktu yang cukup lama bagi pasien untuk menunggu sehingga kebanyakan dari mereka cenderung merasa tidak dilayani.