TRIBUNNERS - Sistem keimigrasian dipandang masih longgar dalam mengawasi arus keluar-masuk Indonesia.
Terungkapnya kasus perdagangan manusia (human trafficking) di NTT beberapa waktu lalu, disinyalir melibatkan oknum pegawai kantor imigrasi setempat.
"Persoalan ini terjadi karena banyak mafia yang berkolaborasi di dalamnya baik orang dalam maupun luar institusi keimigrasian itu sendiri," demikian diungkapkan anggota Komisi III Ahmad Sahroni saat rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Salah satu model permainan dari oknum keimigrasian ini adalah keberadaan orang asing di Indonesia.
"Misalnya, mereka mendapatkan stempel seakan sudah keluar dari Indonesia, namun nyatanya masih berada di Jakarta," ujar Roni.
Dalam pandangannya, selama masih ada mafia dalam keimigrasian, berbagai kasus perlintasan manusia antar negara akan selalu bisa terjadi.
Politisi NasDem ini meminta secara tegas kepada Dirjen Keimigrasian agar melakukan pengecekan terhadap seluruh jajarannya dari tingkat pusat hingga daerah.
"Jika memang betul itu terbukti adanya keterlibatan dari oknum keimigrasian, tentu saja ini jelas sangat berbahaya," tegasnya.
Oleh karena itu, penerapan fasilitas bebas visa yang diberikan Indonesia kepada 169 negara lain, di satu sisi memang memberikan keuntungan.
Namun di sisi lain, kebijakan ini mesti dibarengi dengan pengawasan ekstra dari pihak keimigrasian. Karena jika tidak, imbas positif hanya akan menjadi dalih bagi munculnya kasus serupa.