Merawat Cinta Warga Bogor
Saya pribadi berpendapat, tantangan utama Kota Bogor bukan saja soal kemacetan, tata kelola mal, pedagang kaki lima, namun juga bagaimana meningkatkan jiwa kerelawanan generasi muda Kota Bogor terhadap kotanya. Kerelawanan itu cinta, anak muda Bogor mau membersihkan sampah, coretan di tembok umum itu karena cinta. Cinta itu pupuk terbaik bagi pohon bernama kerelawanan.
Setelah Bima Arya-Usmar jadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor, apakah partisipasi generasi muda meningkat? Melihat geliat kegiatan organisasi kemahasiswaan, kepemudaan, komunitas-komunitas, dll sulit kita mengatakan tidak. Tapi perlu diingat tentu bukan karena Bima Arya semata, namun memang sebenarnya anak-anak muda Bogor ini punya cinta terhadap Kota Bogor.
Bagaimana merawat cinta warga Bogor terhadap kotanya? Ruang partisipasi harus terus dibuka seluas-luasnya untuk warga menyampaikan pendapat baik di media sosial maupun di darat dengan blusukan. Program rutin wali kota menyapa warga harus diteruskan, program berkantor di kelurahan wajib dilanjutkan, mendatangi dan bukan didatangi komunitas harus jadi budaya.
Kemudian, mampukah Bogor sebagai kota yang paling dicintai warganya ini menyelesaikan masalah kemacetan, pedagang kali lima, ruang terbuka hijau? Semua orang pasti bilang mampu. Modal terbesar seorang kepala daerah adalah kecintaan warganya terhadap kotanya, dan Bogor sudah mempunyai ini.
Jika Bandung adalah Kota Kembang, Surabaya Kota Pahlawan, maka Kota Bogor adalah Kota Cinta atau Kota Relawan. Apa itu kota relawan? Sebuah kota yang generasi mudanya ikhlas berkorban dan terus berkontribusi untuk kotanya, jadi kata kuncinya partisipasi.
Bukankah smart city atau kota cerdas tidak dinilai dari teknologi semata, tetapi kota cerdas dinilai dari partisipasi warganya. Nah, Bogor sudah membuktikannya. Mari kita jadikan prestasi Bogor sebagai kota paling dicintai di dunia sebagai modal mengatasi berbagai tantangan di Kota Bogor. Mari berjuang, Salam #BogohKaBogor, #WeLoveBogor