Menyasar pada wanita dari tampilan desainnya, karena 75% pembelanja utama Indonesia adalah ibu rumah tangga.
Ilmu perilaku, neurosains sosial, ilmu lingkungan, dan psikologi pemasaran pun menyatu. Hei Roger, dasar literatur apa saja yang Anda jadikan rujukan sebenarnya?
Malu ketiga, Tasini membuktikan bahwa hasil sintesa pemikiran seorang ilmuwan dapat menjadi sebuah bakti untuk kemaslahatan masyarakat. Memang begitulah seharusnya ilmu bermanfaat.
Ada solusi yang langsung bisa dirasakan. Ada makna di balik sekedar gelar doktor dan jurnal ilmiah. Ilmuwan tidak hanya bersembunyi di menara gading, sibuk berbangga menjadi yang paling ahli di bidangnya. Lalu lupa, bahwa jutaan masyarakat di luar sana membutuhkan sumbangsih karya nyata.
Akhirnya malu keempat, kecerdasan inovasi Tasini justru karena berbentuk produk, lengkap dengan potensi brand yang luar biasa.
Bukan sebuah kampanye lingkungan biasa, potensi komersialnya memungkinkan Tasini menjadi Body Shop berikutnya. Benih socialpreneurship sangat nyata, karena jika massif kelak bisa menghidupi ribuan pebisnis mikro dan tenaga kerja.
Apalagi sudah dikawinkan dengan metode crowdfunding di dunia maya. Tinggal siapkah Roger dan tim MOPF mengemas Tasini menjadi brand global terkemuka?
Di tengah miris meninggalnya para artis (semoga damai menyertai mereka), atau berita tragis korban teroris, atau heboh background Facebook aneka rupa yang happening di mana-mana, Tasini mungkin hanya sebuah peristiwa yang lewat begitu saja.
Apalagi isu lingkungan mungkin kurang seksi untuk menjadi buah bibir di Indonesia.
Kalau polusi dan lingkungan belum terlalu menarik hati kita, mari bicara ekonomi, startup, dan kewirausahaan. Bangsa ini bangsa pembelanja (lengkap dengan sampah plastiknya) dan bangsa pedagang.
Akui saja. Belum banyak yang betul-betul berwirusaha. Lengkap dengan inovasi dan brand asli Indonesia. Apalagi didukung riset ilmiah di belakangnya. Tasini saja bisa, mengapa tidak mungkin hadir inovasi lainnya?
Tasini bukan saja menampar kalangan ilmiah, dengan hadir sebagai solusi masalah sekaligus produk massal komersial.
Tasini juga mencubit keras kalangan wirausaha dan UKM kita, yang banyak belum bertransformasi dari trader menjadi enterpreneur. Dan Tasini juga seharusnya membuat kita semua warga Indonesia berkaca, betapa dahsyat nafsu belanja kita hingga Tasini perlu ada.
Jadi, sekali lagi. Antara Roger dan kita, siapa yang sesungguhnya lebih Pancasila?