TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyarankan kepada Pemda Mandailing Natal (Madina) Sumatera Utara agar membekukan izin perusahaan PT RPR di Madina.
Hal ini terkait belum ada titik penyelesaian sengketa tumpang tindih lahan antara warga Trans Singkuang SP 1 dan SP 2 dan PT RPR di Desa Singkuang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Madina.
Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN RI Arwin Baso mengatakan permasalahan tumpang tindih lahan antara warga transmigrasi dengan PT RPR sudah sampai ke Kementerian ATR/BPN begitu juga ke Kementerian Desa, PDT dan transmigrasi, bahkan ke Kementerian Sekretariat Negara.
Menurutnya, Pemda Madina sebaiknya membekukan izin lokasi maupun izin perkebunan sampai keluar putusan incrakht di pengadilan dalam hal ini PN Madina.
"Mestinya kalau sudah terjadi sengketa tumpang tindih lahan, kedua belah pihak bersengketa harus berhenti dulu, apalagi sengketanya sudah dalam persidangan, dan si perusahaan mestinya mengalah. Tetapi, yang punya wewenang menghentikan itu kan kepala daerah. Bupati sebaiknya membekukan perizinan perusahaan itu dulu sampai ada putusan yang incrakh," ujar Arwin di kantornya, Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Arwin mengatakan Kementerian ATR/BPN sudah menindaklanjuti permasalahan tersebut dengan menyurati kantor wilayah BPN di Sumut. "Permasalahan ini memang sudah sampai ke kami, dan sudah ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Termasuk berkordinasi dengan Kementerian lainnya," tambahnya.
Anggota DPRD Madina, Arsidin Batubara juga pernah mengungkapkan, permasalahan sengketa tumpang tindih lahan tersebut sudah ditindaklanjuti DPRD Madina dengan membentuk Panitia Khusus.
Pansus sudah mengeluarkan rekomendasi pada 2016 yang intinya meminta kepada Pemerintah dan BPN supaya meninjau ulang izin dan luas lahan serta permasalahan tersebut diselesaikan dengan mengembalikan hak normatif warga transmigrasi.
"Namun, sampai sekarang belum ada solusi penyelesaian juga. Kami sudah menyurati Sekjen DPR RI supaya permasalahan ini dibahas di Komisi II. Inilah yang sedang kami tunggu dengan harapan permasalahan ini dapat diselesaikan di tingkat pusat," kata Arsidin.