Terkait jabatan ketua umum/formatur mestinya diatur dalam ART dan lebih teknis dalam Peraturan Organisasi tentang Pembelaan, Pemberhentian, dan Penggantian Pengurus.
Jabatan ketua umum bagian dari kepengurusan secara keseluruhan, tetapi berbeda cara dan mekanisme serta forum pengangkatannya; ketua umum dipilih melalui munas/munaslub sementara pengurus lainnya justeru dipilih oleh formatur/ketua umum terpilih dibantu oleh anggota formatur sehingga wajar mekanisme penggantiannya pun berbeda.
Pengaturan pengisian pengurus antar waktu yang diatur dalam Pasal 13 ART DPP Partai Golkar lebih pada pengurus selain jabatan ketua umum. Hal ini terbukti karena penggantian SN oleh Idrus Marham sebagai Plt ketua umum dan AH sebagai ketua umum dinilai sebagian pengurus melanggar AD/ART, setidaknya, belum diatur dalam organisasi.
Hal ini harus menjadi perhatian dalam revisi AD/ART dalam munaslub nanti.
Jabatan ketua umum (bukan Pelaksana tugas atau Pejabat) hanya dipilih melalui forum munas dan munaslub dengan masa bakti selama 5 (lima) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 2 dan ayat 3 AD.
Sementara pengisian jabatan ketua umum karena musabab Pasal 13 ayat 1 ART masa baktinya berakhir mengikuti ketua umum yang digantikan (bukan 5 tahun).
Perbedaan munas dan munaslub hanya soal alasan pelaksanaan; Munas diselenggarakan karena berakhirnya masa bakti kepengurusan lima tahunan sedangkan munaslub karena adanya permintaan dan/atau persetujuan 2/3 DPD Provinsi yang disebabkan karena hal ihwal kegentingan yang memaksa dan DPP melanggar AD/ART atau tidak dapat melaksanakan amanat munas.
Sementara kewenangan munas dan munaslub sama derajatnya sesuai ketentuan Pasal 30 ayat 3 huruf c AD.
Artinya, pelaksanaan Munaslub yang akan dilaksanakan pada Rabu (19/12/2017) harus merujuk pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) huruf b AD yang wewenangnya adalah menetapkan atau mengubah AD/ART, menetapkan program umum, menilai pertanggungjawaban DPP, memilih dan mentapkan ketua umum, menetapkan kepengurusan DPP, menetapkan ketua Dewan Pertimbangan dan ketetapan lainnya.
Keinginan segelintir orang pengurus DPP Partai Golkar yang pro status qou yang menetapkan AH sebagai ketua umum dan berkeinginan menetapkan AH sebagai ketua umum definitif tanpa agenda lainnya dalam forum munaslub telah melanggar ketentuan AD/ART DPP Partai Golkar.
Baca: Golkar Tak Lagi Dukung Ridwan Kamil, KH Maman Masuk Bursa Cawagub
Keterpilihan AH dalam Munaslub nanti harus tetap mengacu pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) huruf b AD dan tidak dimaksudkan hanya melanjutkan masa bakti mantan ketua umum SN yang terpilih pada Munaslub Bali.
Agenda lazim munas/munaslub harus tetap dijalankan sesuai dengan AD/ART agar terhindar dari gugatan hukum dari kader sendiri.
Penetapan AH menjadi ketua umum perlu diwaspadai oleh peserta munaslub karena boleh jadi hanya kepentingan taktis segelintir pengurus yang ingin mempertahankan status qou sehingga agenda perubahan yang akan dibawa AH makin jauh dari harapan baik oleh internal kader Golkar maupun publik.