Oleh: Alex Palit
Kita sering dengan begitu gampangnya menjelekkan, menyalahkan atau saling usrek mengungkit mencari kesalahan satu sama lain.
Bahkan kalau perlu kita serang dan singkirkan orang-orang yang beda pendapat, beda pandangan, beda paham, beda keyakinan, demi dan dengan sebuah alasan pembenaran yang tunggal dan absolut.
Bahwa kondisi yang kita alami hari ini tak lain adalah kesalahan para pemimpin, kesalahan kita bersama, dan kesalahan kita semua yang lupa dan meninggalkan sejatinya kearifan-kearifan warisan budaya yang menyebutkan kita sebagai bangsa yang ramah dan pemaaf.
Termasuk bagaimana kita sengaja menutup mata, sok lupa, atau memang sudah lupa dengan ajaran kearifan lokal warisan budaya nenek moyang yang bernama mikul duwur mendem jero.
Beruntung saya diperkenalkan pada sebuah komunitas bernama Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN) yang merupakan wadah bagi pecinta dan kolektor bambu unik.
Selain bicara keaneka-ragaman bambu unik dengan spesifikasi keunikan bentuknya, di komunitas ini kita pun diperkenalkan dengan namanya ngaji deling yaitu membaca bambu mengungkap makna apa dan siapa yang ayat tersurat dan pesan tersirat di balik bentuk alamiah keunikan bambu unik tersebut.
Sebagaimana pada bambu kurung “mikul duwur mendem jero” ini setidaknya untuk senantiasa mengingatkan kita pada kearifan budaya lokal nenek moyang kita. Dari lingkar kurung (mlungker) ini memberi pesan ajaran kepada kita untuk senantiasa mengurung (baca: mendem jero) segala hal yang bersifat dan bernilai negatif.
Dengan ngaji deling, bambu kurung “mikul duwur mendem jero” ini kita diajak kandel eling, untuk selalu diingatkan pada nilai-nilai luhur ajaran budi pekerti yaitu bersikap dan berjiwa pemaaf. Sebuah ajaran budi pekerti tentang saling memaafkan. Kendati pelajaran budi pekerti ini datang dari sepotong deling “mikul duwur mendem jero”.
Tapi setidaknya dari sini pula kita diperkenalkan kembali pada nilai-nilai budi pekerti kearifan lokal warisan budaya bangsa nenek moyang yaitu mikul dhuwur mendhem jero.
Termasuk dari spirit ‘mikul duwur mendem jero’ mengajarkan kepada kita tentang arti menjunjung tinggi martabat dan kehormatan seseorang atas jasanya dengan mengubur sedalam-dalamnya kesalahan atas pertimbangan demi kebaikan kedepannya.
Karena kalau kita senantiasa berkutat usrek terus dengan mengungkit-ungkit mencari dosa-dosa kesalahan, menyalahkan, menjelekkan, bahkan sampai melontarkan fitnah sebagai pembunuhan karakter (character assassination), kapan maju bangsa ini.
Seperti kata pujangga William Shakespeare; What’s in a name?. Apalah arti sebuah nama. Jangan lihat siapanya, tapi apa yang tersirat didalamnya. Begitu halnya kendati dari datangnya dari sepotong bambu, setidaknya telah menjadi pengingat bagi kita yang disebut sebagai bangsa yang ramah dan pemaaf.
Untuk itu mari kita tanamkan kembali spirit nilai-nilai luhur warisan budaya nenek moyang; mikul duwur mendem jero. Tanamlah yang tidak baik, angkatlah yang baik. Adapun ruh ‘mikul duwur mendem jero’ akan senantiasa bersemayam di jiwa seorang pemimpin yang berjiwa besar dan berjiwa kesatria.
Dalam khasanah kepemimpinan, bambu kurung merepresentasikan bahwa seorang pemimpin hendaknya mempunyai laku seperti fisik bambunya yaitu sebelum berhasil menguasai ilmunya si bambu atau manusia diwajibkan laku mawas diri melihat ke bawah, ke diri sendiri sebelum menjalankan sesuatu atau mengatakan sesuatu. Karena bagaimanapun juga seorang pemimpin itu sadbo pandito ratu, satunya kata dengan perbuatan.
Itulah pesan dari bambu kurung “mikul duwur mendem jero” yang mana semua itu yang akan membentuk jiwa kita untuk menjadi lebih baik, dan menghindari diri sifat yang tercela.
Pagar Ghaib
Selain itu semua, dikalangan pengaji deling bambu kurung ini juga memiliki kegunaan sebagai perisai, utamanya perisai pagar ghaib.
Disebutkan bambu unik yang terbentuk secara alami ini memiliki tuah untuk pagar ghaib penangkal bagi yang mau niat jahat baik zhohir maupun batin dari luar.
Namanya manusia, di tengah ketatnya persaingan dunia usaha atau bisnis, bukan tidak mungkin ada upaya untuk menjatuhkan lawannya lewat serangan zhohir, yang terkadang merupakan hal yang di luar pikiran.
Itulah uniknya bambu unik. Selain memiliki nilai artistik sebagai karya seni alami, juga ada yang meyakini bahwa bambu unik ini mengandung tuah bawaan alami. Ternyata dikalangan pengaji ilmu deling bahwa bambu-bambu unik juga mengurai pesan filosofi yang terkandung didalamnya.
Di sini lewat sepotong bambu unik, selain kita diajak untuk membaca, mengagumi tanda-tanda kebesaran alam, sekaligus menjadi bukti atas kebesaran Sang Maha Pencipta, kendati lewat sepotong bambu.
Termasuk dari sepotong bambu kurung “mikul duwur mendem jero” kita pun diajak membaca dan mengungkap makna, ayat atau pesan apa yang tersirat didalamnya.
Manusia tidak akan mampu menjangkau membuka tabir misteri Dzat Allah, tapi cukup dengan mentafakuri.
Lewat tanda-tanda kebesaran alam walau hanya dari sepotong bambu ini akan semakin menebalkan iman dan keimanan juga ketakjuban kita akan kebesaran Tuhan Semesta Alam sebagai Sang Maha Pencipta. Lahawla wa laa quwwata illa billah, tak ada yang tak ada atas kehendak kuasaNya, Amin!!!
* Alex Palit, citizen jurnalis “Jaringan Pewarta Independen”, pecinta dan kolektor bambu unik, pendiri dan admin “Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara’ (KPBUN).