TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Pada forum Nasionalisme Kretek, Nirmal ilham mengatakan Indonesia memiliki empat perusahaan rokok raksasa yaitu HM Sampoerna, Gudang Garam, Djarum dan Bentoel.
Sedangkan perusahaan-perusahan rokok menengah dan kecil berjumlah ribuan. Sehingga layak bila industri rokok ditempatkan diatas industri nasional lainnya.
“Dalam industri nasional tidak ada industri yang berkarakter seperti industri rokok, dimana seluruhnya menggunakan modal dalam negeri, semuanya berproduksi di dalam negeri, dan hampir seratus persen menggunakan bahan baku dalam negeri,” ujar Nirmal, Selasa (13/3/2018).
Jika dihitung dari hulu ke hilir atau dari pertanian, produksi, distribusi hingga sampai ke konsumen maka industri rokok berhasil menyerap puluhan juta tenaga kerja.
Ini memberikan multiplier effect yang besar bagi perekonomian nasional.
“Ditambah lagi pemerintah menargetkan pendapatan dari cukai rokok sebesar Rp 149,9 triliun dalam APBN 2017, naik 6 persen dari APBNP 2016. Penerimaan cukai rokok ini setara dengan 10 persen dari target pendapatan pajak 2017 senilai Rp 1.498 triliun,” bebernya.
Namun sayangnya, kata dia, berdasarkan gambaran besarnya kontribusi industri rokok tersebut, produk rokok justru diserang dari segala arah melalui undang-undang pemerintah pusat, aturan pemerintah daerah, fatwa organisasi keagamaan, rekomendasi institusi kesehatan, rilis kampus, provokasi LSM, penilaian tokoh intelektual.
“Yang terbaru dua perusahaan rokok nasional Gudang Garam dan Djarum disomasi seorang warga yang kecanduan merokok, Rohayani. Melalui pengacara Todung Mulya Lubis, Rohayani mengajukan tuntutan Rp 1 triliun lebih,” ungkapnya.
Baca: Kecanduan Rokok, Rohayani Mensomasi Gudang Garam dan Djarum
Menurutnya, tuntutan itu sangat besar sehingga membuat somasi ini seperti suara jeritan di tengah malam, yang berusaha ingin menarik perhatian warga.