Oleh: Tommy Djaja SH MH
Putusan Praperadilan kasus Bank Century menimbulkan “kontroversi” karena Hakim memerintahkan KPK untuk menetapkan Boediono cs menjadi Tersangka padahal kewenangan untuk menetapkan status Tersangka merupakan domain KPK sebagai Penyidik.
Memang Hakim mempunyai “Kebebasan untuk mengadili”, akan tetapi “kebebasan Hakim untuk mengadili” ada batasnya.
Menurut aliran penemuan hukum Soziologische Rechtsschule yang dianut di Indonesia, bahwa Hakim dalam menjalankan tugasnya mempunyai “kebebasan yang terikat” atau “keterikatan yang bebas”.
Hakim mempunyai kebebasan untuk melakukan interpretasi hukum, konstruksi hukum, penalaran, menggali dan mengikuti nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat, tetapi Hakim tetap terikat pada Undang-Undang, sesuai dengan sistem hukum Civil Law yang dianut di Indonesia yang mengutamakan Undang-Undang.
Interpretasi hukum dilakukan oleh Hakim dalam hal Undang-Undang/ Peraturannya sudah ada tetapi tidak jelas, normanya kabur, atau mengandung makna ganda. Interpretasipun dilakukan dengan tetap berpegang pada bunyi
teks Undang-Undang, dengan tujuan untuk menemukan maksud pembuat Undang-Undang.
Sedangkan konstruksi hukum/penalaran dilakukan oleh Hakim apabila tidak ditemukan pasal Peraturan Perundang-undangan yang secara langsung dapat diterapkan pada kasus hukum yang dihadapi atau Peraturannya memang tidak
ada, jadi terdapat kekosongan hukum/UU.
Dalam praktek juga ditemukan Hakim melakukan Contra Legem (Mengenyampingkan pasal UU). Contra Legem dilakukan dengan syarat jika suatu pasal UU/Peraturan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, kepatutan dan rasa keadilan dalam masyarakat.
Akan tetapi jika UU/Peraturannya ada dan sudah jelas, normanya tidak kabur, serta masih sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan dalam masyarakat maka Hakim harus menerapkan Peraturan/UU tsb, dan tidak perlu diinterpretasi, dilakukan konstruksi hukum atau Contra Legem.
Jadi kebebasan Hakim dalam aliran Soziologische Rechtsschule yang dianut di Indonesia tidaklah sebebas dalam aliran Freirechtslehre yang tanpa batas.
Terkait Putusan Praperadilan Bank Century yang secara tidak langsung telah “menambah norma baru” ke dalam pasal 77 KUHAP (mengintervensi) terhadap kewenangan untuk menetapkan status Tersangka yang diberikan oleh UU
kepada KPK, maka patut dipertanyakan :
1. Apakah ada kekosongan hukum dalam hal kewenangan untuk menetapkan status Tersangka terhadap seseorang?
2. Atau, apakah UU yang mengatur tentang kewenangan untuk menetapkan status Tersangka tidak jelas, normanya kabur, mengandung makna ganda, atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan rasa keadilan dalam masyarakat?
Barangkali lebih tepat jika penambahan atau pengurangan suatu kewenangan, suatu norma, frasa dalam pasal UU, dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Terhadap Putusan Praperadilan tersebut harus dihormati, oleh karena itu KPK harus mentaatinya atau mengajukan Banding berdasarkan pasal 83 ayat (2) KUHAP (sebagai pintu masuk) atau Kasasi karena menyangkut masalah penerapan hukum dan kewenangan Hakim, dengan maksud untuk mengetahui sikap Mahkamah Agung (MA) terhadap Putusan “kontroversi” tersebut, melalui suatu Putusan MA, bukan melalui keterangan pers.
* Tommy Djaja SH MH, Advokat di Jakarta