Terlebih, tidak membuat korban semakin berada di posisi sulit, terutama mereka yang lemah atau miskin.
Koalisi menilai, setidaknya ada tiga permasalahan utama dalam pengelolaan lingkungan atau sumber daya alam.
Pertama, masih terdapat sejumlah kebijakan yang tidak menjawab kebutuhan rakyat atau bahkan kebijakan lingkungan--terutama yang mengatasnamakan pembangunan-- yang berdampak buruk pada kelestarian lingkungan, malah cenderung merugikan.
Peraturan Menteri ESDM 11/2018 adalah salah satu contohnya.
Alih-alih menyederhanakan izin usaha pertambangan, Permen ini malah memperkecil keterlibatan publik untuk terlibat dalam mengawasi penetapan wilayah izin usaha pertambangan.
Kedua, masih tingginya angka kriminalisasi berupa ancaman dan intimidasi terhadap para pejuang lingkungan dan agraria alias para penjaga bumi.
Sebut saja seperti yang dialami oleh Budi Prego yang menolak tambang di Tumpang Pitu, Basuki Wasis, ahli yang membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghitung kerugian ekologis/lingkungan dalam kasus korupsi Nur Alam.
Baca: Pencarian Kompol Andi Chandra Dilanjutkan Pagi Ini
Atas kesaksiannya sebagai ahli tersebut malah digugat perdata oleh Nur Alam (terpidana korupsi).
Dan Ketiga, akibat dari korupsi sumber daya alam, sangat mengerikan.
Tidak hanya hilangnya kekayaan alam dan potensi penerimaan Negara, tetapi juga mengakibatkan kerusakan ekologis/linkungan yang nilainya mencapai triliunan rupiah setiap kasusnya.
Sampai saat ini korupsi di sektor sumber daya alam masih merajalela, dengan salah satu bentuk yang paling populer adalah suap dalam pemberian izin.
Terkait permasalahan itu, Koalisi Masyarakat Sipil Alam Lestari mengajukan 6 tuntutan untuk menjaga bumi:
1. Seluruh pihak yang terlibat sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada Serentak untuk tidak menjadikan alam sebagai komoditas politik dalam Pilkada serentak 2018.