Ditulis oleh: Bagus Ardiyansyah, Pegiat Sanglah Institute
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewasa ini, lembaga pendidikan makin berkembang, termasuk perkembangan jumlah sekolah.
Menurut Illich, bertambah banyaknya jumlah sekolah seperti sama buruknya dengan bertambah banyaknya senjata, walaupun tidak begitu kelihatan.
Biaya sekolah meningkat jauh lebih cepat daripada jumlah murid baru dan jauh lebih cepat dari pendapatan bruto.
Pengeluaran sekolah tetap tidak mencukupi dan tidak seperti yang diharapkan oleh orang tua, guru, dan murid. Situasi ini melemahkan motivasi dan membuat orang tidak bergairah untuk membiayai perencanaan berskala luas untuk pendidikan diluar sekolah. Padahal kebanyakan orang memperoleh sebagian besar pengetahuan mereka diluar sekolah.
Baca: Andres Iniesta Putuskan Pensiun dari Timnas Spanyol
Kegiatan belajar adalah hasil dari kegiatan mengajar menurut kurikulum. Kurikulum selalu digunakan untuk menentukan rangking sosial. Sekolah menyebabkan banyak orang bunuh diri secara spiritual.
Sekolah dan pendidikan telah dimonopoli oleh negara. Membuat semua orang percaya bahwa pengetahuan hanya bisa di dapat dari sekolah. Tetapi sekolah seringkali dimonopoli oleh mereka yang punya uang sehingga kesempatan bagi orang miskin jadi terbatas.
Tujuan pendidikan menurut Illich adalah terjaminnya kebebasan seseorang untuk memberikan ilmu dan mendapat ilmu. Sehingga para pelajar tidak boleh dipaksa untuk tunduk pada kurikulum wajib atau tunduk pada diskriminasi yang didasarkan pada apakah mereka mempunyai ijazah atau sertifikat.
Melalui kacamata Illich, kurikulum baginya selalu digunakan untuk menentukan rangking sosial. Melalui mode latihan kepekaan, guru diberi kuasa untuk mengajar diluar sekolah, membawa anak-anak didiknya ke sebuah kawasan kumuh, atau rawan kejahatan dengan harapan anak-anak didiknya belajar tentang kenyataan, dengan demikian pendidikan tidak antirealitas.
Menurut Illich, proses pembelajaran diluar sekolah jauh lebih baik ketimbang disekolah. Artinya, pengetahuan bisa didapatkan dimana saja dan kapan saja (dijalan, rumah, dimasyarakat, organisasi, di partai politik) dan lainnya. Tidak benar apabila lembaga sekolah dipercayai sebagai satu-satunya tempat untuk memperoleh pengetahuan.
Guru dan masyarakat miskin di pedesaan dan dimanapun berada dapat berkomunikasi dengan baik dengan cara menggunakan bahasa, contoh, dan praktik yang sesuai dengan masalah yang dialami masyarakat pedesaan.
Disini, ditekankan sikap yang fleksibel, akomodatif, dan adaptif dalam melakukan proses belajar-mengajar, dengan cara menyesuaikan dengan kebiasaan, budaya atau tradisi yang berkembang dimasyarakat.
Sekolah dengan segala macam komponen serta perangkatnya (materi, guru, metode pengajaran, biaya) dan sebagainya harus bertolah dari kebutuhan masyarakat.
Memang ada benarnya apa yang di utarakan Illich, bahwa sekolah itu sangat membelenggu atau mengurung kebebasan dan kreativitas seorang murid. Sangat relevan dengan kondisi pendidikan di Indonesia.