Dikirimkan oleh Lembaga Survei & Riset Politik,
GAJAH MADA ANALITIKA
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, prosedur dalam proses revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif tidaklah singkat.
Revisi perlu dilakukan setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan aturan terkait larangan mendaftar sebagai caleg bagi eks narapidana kasus korupsi tak sesuai dengan Undang-Undang Pemilu. Adanya putusan itu membuat larangan tersebut perlu direvisi.
Baca: Pengamat: Tak Perlu Penandaan Mantan Koruptor di Surat Suara
Prosedur-prosedur tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Berkaca dari hal tersebut, Arief pun pesimistis revisi KPU bisa tuntas sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) yang jatuh pada 20 September 2018.
"Jadi ini rasa-rasanya tidak terkejar. Kita harap MA juga cepat memutus ini, dan kalau memang targetnya sebelum tanggal 20 September karena akan ada DCT, maka ada hal yang harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa," jelas Arief di Jakarta.
Baca: Berikut 6 Fakta Menarik yang Dimiliki Kabupaten Grobogan
Terkait hal itu, Pengamat Politik dan Direktur Eksekutif Gajah Mada Analitika, Herman Dirgantara mengaku pesimis proses revisi PKPU dapat selesai sebelum pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) pada 20 September.
"Ini (Putusan MA) memang patut disesali, mengingat pengumuman DCT dijadwalkan pada 20 September mendatang. Tentu saya pesimis revisi PKPU itu bisa selesai sebelum pengumuman DCT. Apalagi salinan putusan MA saja belum diterima oleh KPU," tukil Herman ketika dihubungi di Jakarta.
Wakil Sekjend Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) ini pun menambahkan, seharusnya Mahkamah Agung (MA) bisa lebih bijaksana dalam memutuskan. Mengingat dampak yang ditimbulkan keluarnya putusan itu berpotensi mengacaukan tahapan pemilu.
"Saya kira seharusnya perlu kehati-hatian ya untuk memutuskan. Kesannya saya bisa katakan ibarat nila setitik, putusan MA ini seolah bikin rusak susu sebelanga. Karena tahapan revisi gak sembarangan, ada prosedurnya." tegas Herman
Sebelumnya, Mahkamah Agung memberi putusan uji materi terhadap pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang memuat larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.
Putusan tersebut akan berakibat pada berubahnya status tidak memenuhi syarat (tms) bakal caleg napi korupsi menjadi memenuhi syarat (ms). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.