TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) diharapkan mendaftarkan organisasinya IDI sebagai badan hukum ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr. Judilherry Justam, mengatakan jika tidak segera didaftarkan maka PB IDI berpotensi melanggar ketentuan UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
“Misalkan IDI tidak memiliki status badan hukum sejak tahun 2009, apa yang terjadi kalau ada masalah hukum?" ujar Dr. Judilherry Justam dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Menurut dia, IDI juga tidak punya pengawas. Padahal, undang-undang keormasan menuntut bahwa perkumpulan, yayasan itu harus ada pengawas internal.
"IDI tidak punya, siapa yang koreksi kalau IDI tidak punya?" ujar Mantan Wakil Ketua Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini.
Dia menganggap IDI itu tidak mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai Dokter Layanan Primer dan Uji Kompetensi dokter yang namanya UKMPPD.
"Padahal itu uji kompetensi dokter yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan pemerintah,” ujarnya.
“Waktu saya pengurus IDI saya sampaikan dalam rapat-rapat internal tapi tidak dipedulikan. Saya sampaikan di Muktamar IDI mengenai perlunya dewan pengawas tapi itu pun tidak dipedulikan, saya kalah suara," tegas Judilherry.
Dia berharap ada perbaikan internal organisasi serta untuk mendorong Kementerian Kesehatan sebagai lembaga negara untuk menjalankan fungsinya yakni melakukan pengawasan terhadap proses pelaksanaan pelayanan kesehatan.