Seiring dengan meningkatnya populasi manusia, peningkatan kebutuhan mendorong pemanfaatan dan eksplorasi hutan berlebih. Hasil kekayaan hutan di Indonesia merupakan salah satu sumber perekonomian nasional.
Berdasarkan data FAO tahun 2010, sektor kehutanan berkontribusi terhadap lapangan pekerjaan bagi 74.7 ribu penduduk Indonesia.
Alih fungsi hutan untuk kegiatan produksi seringkali mengorbankan fungsi hutan sebagai penyeimbang ekosistem dan habitat bagi segala keanekaragaman hayati di dalamnya.
Apakah keuntungan pembukaan lahan hutan untuk kegiatan ekonomi sebanding dengan kerugian nilai ekositem yang hilang?
Valuasi nilai ekosistem hutan dalam satuan moneter dapat dilakukan sebagai pedoman untuk membuat keputusan alokasi sumber daya hutan yang dibangun dalam model ekonomi.
Simulasi model ekonomi dikembangkan dengan memasukkan besarnya pendapatan dari pembukaan hutan dan nilai yang hilang dari konversi tersebut.
Konversi hutan akan menghilangkan berbagai jasa ekosistem hutan yang terdiri dari nilai penyedia (provisioning services), nilai budaya (cultural services), nilai pengaturan (regulating services), dan nilai pendukung (supporting services).
Pembukaan hutan meningkatkan kontak manusia dengan satwa liar sehingga memungkinkan terjadi penularan penyakit dari satwa liar kepada manusia.
Selain itu, pembukaan hutan erat kaitannya dengan peningkatan kasus malaria sehingga biaya pengobatan dan pengendalian penyakit diperlukan.
Model ekonomi tersebut mampu memperkirakan dampak ekonomi akibat konversi hutan serta memperkirakan luas hutan yang dapat dikonversi untuk memaksimalkan nilai lahan.
Simulasi model ekonomi telah banyak dilakukan untuk mengetahui apakah dengan membuka hutan, keuntungan yang diperoleh secara ekonomi lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan sejumlah lahan hutan tersebut.
Studi yang dilakukan di Amazon Brazil tahun 2008 memprediksi kerugian ekonomi dari adanya perubahan iklim akibat pembukaan lahan untuk pertanian sekitar 4 milyar USD pada tahun 2020, dan dapat mencapai 14 milyar USD pada tahun 2070.
Model valuasi ekonomi juga dilakukan di hutan Sabah Malaysia oleh Infectious Disease Emergence and Economics of Altered Landscapes Program (IDEEAL) untuk mengetahui dampak ekonomi akibat deforestasi hutan melalui skenario penggunaan lahan sebagai berikut :
1. Adanya pemanfaaatan kekayaan hayati dari ekosistem dan munculnya malaria
2. Adanya pemanfaaatan kekayaan hayati dari ekosistem dan tidak adanya malaria
3. Tidak adanya pemanfaaatan kekayaan hayati dari ekosistem dan tidak adanya malaria
4. Keadaan aktual di Sabah
Berdasarkan hasil simulasi model ekonomi hutan di Sabah, dapat disimpulkan bahwa deforestasi sudah selayaknya untuk dihentikan. Konversi aktual hutan yang terkonversi di Sabah menunjukkan proporsi yang sub-optimal.
Ketua Dewan Guru Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Wiku Adisasmito mengatakan simulasi model ekonomi juga akan dilakukan dalam penelitian DEAL yang berlokasi di Riau, Kalimantan Timur, dan Papua Barat.
"Model ekonomi tersebut diharapkan dapat memproyeksikan biaya terkait munculnya penyakit akibat perubahan pengunaan lahan di Indonesia dalam berbagai skenario yang mungkin terjadi, sehingga dapat meringankan dampak negatif akibat perubahan lahan yang mungkin muncul,"Â ungkap Wiku Adisasmito.
Wiku yang juga Koordinator INDOHUN ini, mengatakan model ekonomi juga dapat memberikan rekomendasi perumusan kebijakan yang berkelanjutan hingga digunakan untuk menuntut keadilan terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembukaan lahan.
Kerugian ekonomi akibat rusaknya hutan yang disebabkan oleh pembukaan lahan tidak bertanggung jawab oleh pihak swasta dapat menjadi pelanggaran hukum perdata melalui perhitungan jumlah kerugian negara oleh Lembaga terkait. Akan tetapi, hutan dan sumber daya didalamnya membutuhkan definisi yang jelas dalam hal kerugian negara, kerugian keuangan, ataupun kekayaan negara.
Penerapan nilai-nilai ekosistem hutan di Indonesia tentunya membutuhkan kerjasama lintas sektoral di luar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pengambilan contoh dari negara-negara yang telah berhasil menggunakan konsep valuasi hutan dalam kebijakan pemerintahannya dapat menjadi referensi menuju kebijakan kehutanan yang berkelanjutan.