Catatan Egy Massadiah
TRIBUNNEWS. COM - Terkesima saya mendengar diksi Letnan Jenderal TNI Doni Monardo. Katanya, “Rawatlah alam, maka alam akan menjaga kita.”
Nadanya lebih mirip kalimat aktivis lingkungan, dibanding suara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang baru dilantik 9 Januari 2019 lalu.
Bisa dipahami, jika kita mengetahui apa yang ada dalam visi dan misi pribadinya, untuk sukses mengemban amanat jabatan. Baginya, BNPB tidak boleh melulu hanya menjadi “pemadam kebakaran” yang hanya beraksi ketika terjadi musibah atau bencana alam.
Menurut Doni, BNPB selain tugas utama penanggulangan bencana, juga harus mulai berpikir 100 tahun ke depan. Generasi sekarang, harus berani mengoreksi apa pun warisan masa lalu yang keliru.
Satu contoh, dahulu tidak ada masalah ketika seseorang atau sekelompok orang menebang pepohonan untuk alasan-alasan tempat tinggal atau bercocok tanam. Mereka tidak pernah berpikir menanam lagi. Saat ini dan ke depan, tidak boleh lagi.
Baca: Kisah Penjual Mie Ayam Rp 2.000, Rika Septi Anadewi Menangis Saat Anak Minta Uang Jajan
Generasi milenial harus membayar kekeliruan masa lalu yang membiarkan hutan-hutan digunduli. Jika tidak ingin terjadi lagi musibah longsor dan banjir, maka gerakan penghijauan harus menjadi gerakan nasional. Gerakan yang diinisiasi pemerintah, dan diikuti seluruh rakyat.
Baca: Kepala BNPB Akan Bentuk Tim Intelijen Kebencanaan
Doni Monardo menekankan, betapa kalau alam sampai murka, tidak ada yang bisa melawan. Karena itu pula, ia menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam. Saya dipesan oleh Doni,
“Egy, kita tidak boleh egois. Kita harus berpikir jangka panjang. Berpikir untuk anak-cucu kita. Mereka harus kita warisi alam yang hijau, alam yang di dalamnya terdapat keseimbangan ekosistem.”
Analogi-analogi Kepala BNPB yang belum genap 20 hari bekerja, tetapi sudah banyak berbuat itu, terkadang memang perlu perenungan dalam untuk memaknainya.
Sebagai contoh, ia menyebutkan betapa pohon-pohon itu berbicara kepadanya, mengadukan perlakukan tidak adil dan kecenderungan semena-mena manusia kepada pepohonan.
“Padahal, pohon pun sama seperti manusia. Ia tumbuh, besar, dan menjadi tua. Tentu dalam prosesnya pohon juga perlu perhatian. Pendek kata, Indonesia membutuhkan sangat banyak dokter pohon,” kata Doni.
Dokter-dokter pohon itu tidak saja bertugas mempercantik penampilan pohon, tetapi juga merawat kesehatannya. Jika perlu dipangkas daunnya, dipangkas. Jika perlu dipotong dahannya, ya potong dahannya. Jika ada benalu, harus dibersihkan.
Jika sudah cukup umur, dan sudah waktunya diganti pohon baru, maka segera diganti, jangan sampai menunggu roboh dan mencelakakan orang.