News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Siapa “Godfather” di Balik Jokdri?

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono didampingi Sekjen PSSI Ratu Tisha seusai di periksa oleh penyidik Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (24/1/2019). Joko Driyono diperiksa selama 11 jam dengan 45 pertanyaan terkait kasus dugaan pengaturan skor pertandingan sepak bola di liga Indonesia.(Tribunnews/Jeprima)

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM - Bukan rahasia lagi, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono hanyalah “bidak” catur. Ada “Godfather” di belakang pria yang akrab disapa Jokdri itu.

“Godfather” inilah yang diduga menggerakkan ke mana pun Jokdri melangkah di PSSI, sekaligus menyediakan segala fasilitas yang diperlukannya.

Kini, ketika Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola Polri telah menetapkan Jokdri sebagai tersangka perusakan dan penghilangan barang bukti perkara match fixing (skandal pengaturan skor pertandingan), Jumat (15/2/2019), tugas Satgas selanjutnya adalah memburu “Godfather” itu.

“Godfather”, sebuah kata dalam bahasa Inggris, berarti "wali laki-laki seorang bayi". Kata ini dapat merujuk kepada “The Godfather (Sang Godfather) (1969), novel karya Mario Puzo yang kemudian diangkat menjadi film oleh Francis Ford Coppola, yakni The Godfather (1972),The Godfather Part II (1974), dan The Godfather Part III (1990).

Baca: Joko Driyono jadi tersangka, PSSI digambarkan alami fase krisis terburuk

Lalu, siapakah “Godfather” di balik Jokdri? Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, di kalangan PSSI orang tersebut tidak asing lagi. Ia merupakan “invisible hand” (tangan tak kelihatan) yang “untouchable” (tak bisa disentuh).

Di mana ada Jokdri, di belakangnya ada dia. Yang jelas pula, Satgas tengah mendalami peran bandar judi di balik match fixing yang melibatkan Jokdri. Apakah “Godfather” itu bandar judi?

Kita tahu, Jokdri sudah lama “berkuasa” di PSSI. Siapa pun ketua umumnya, Jokdri tetap memegang peran sangat penting. Ini mengingatkan kita akan sebuah iklan: “Apa pun makanannya, minumnya teh botol…”.

Makanya, kita sempat pesimistis Satgas bakal menjangkau Jokdri. 

Laki-laki berkacamata asal Ngawi, Jawa Timur, ini telah berada di episentrum PSSI sejak 1991 saat PSSI diketuai Azwar Anas. Saat PSSI diketuai Agum Gumelar (1999), Jokdri tetap ada di kepengurusan.

Saat PSSI diketuai Nurdin Halid (2003-2011), Jokdri pun masih di jantung PSSI.

Saat PSSI mengalami dualisme (2011-2016), Jokdri tetap ada di PSSI.

Klimaksnya pada 2016-2019. Saat PSSI diketuai Edy Rahmayadi, Jokdri menjadi Wakil Ketum PSSI, dan akhirnya ditunjuk menjadi Plt Ketum PSSI sesuai mekanisme Statuta PSSI dalam Kongres PSSI di Bali, 20 Januari 2019, saat Edy Rahmayadi menyatakan undur diri.

Semua itu terjadi karena ada “Godfather” di belakang Jokdri.

Jokdri merupakan tersangka ke-15 perkara yang pokoknya adalah match fixing.

Pria santun ini dijerat dengan Pasal 363, 235, 233, 232 dan 221 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.

Pasal-pasal tersebut pada intinya mengenai tindakan pencurian dengan pemberatan atau perusakan barang bukti yang telah terpasang police line (garis polisi).

Jokdri disangka sebagai aktor intelektual yang memerintahkan tiga tersangka lain mencuri dan menghancurkan barang bukti itu, yakni Musmuliadi, Muhammad Mardani Mogot, dan Abdul Gofur.

Jokdri bukan Ketum (baca Plt) PSSI pertama yang tersangkut pidana dan dijadikan tersangka.

Pada 16 Maret 2016, Ketum PSSI La Nyalla Mattalitti ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur sebesar Rp 5 miliar dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 hingga 2014 dalam kapasitas sebagai Ketua Kadin Jatim.

Pada 22 April 2016, La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang dalam pengelolaan dana hibah yang sama.

La Nyalla pun ditahan. Posisinya sebagai Ketum PSSI digantikan sementara oleh Hinca Panjaitan hingga para voters (pemilik hak suara) PSSI memutuskan menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk memilih ketua umum, dan terpilihlah Edy Rahmayadi pada 10 November 2016. Namun, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, La Nyalla dinyatakan bebas pada 27 Desember 2016.

Tahun 2004, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid juga dijadikan tersangka kasus penyelundupan gula impor ilegal.

Nurdin kemudian tersangkut beberapa kasus lain, yakni korupsi distribusi minyak goreng, kasus gula impor, dan pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam. Nurdin akhirnya memimpin PSSI dari balik jeruji bui.

Apakah kali ini “Godfather” di balik Jokdri akan terjamah? Bila Satgas serius, niscaya dia akan tersentuh.

Caranya, dengan membuka “Kotak Pandora” yang didapat dari penggeledahan apartemen Jokdri yang konon mencapai 75 item barang bukti, termasuk laptop, flashdisk, sembilan telepon seluler, buku tabungan, bukti transfer, dan uang tunai Rp 300 juta. Bila “Kotak Pandora” itu dibuka, niscaya akan diketemukan “Godfather” itu.

“Trio Macan”

Selain Jokdri, di PSSI ada tiga “orang sakti” lainnya, yakni Vigit Maluyo, Iwan Budianto, dan Haruna Soemitro. Sedemikian “sakti”-nya, sampai-sampai ketiganya disebut “Trio Macan”.

Vigit Waluyo adalah Manajer PS Mojokerto Putra, Jatim, satu dari 15 orang yang telah ditetapkan Satgas sebagai tersangka match fixing, yang dilaporkan mantan Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indaryani sebagaimana Jokdri.

Adapun Iwan Budianto, Chief Executive Officer (CEO) Arema FC yang juga Waketum PSSI, bersama Manajer Madura United Haruna Soemitro kasusnya sudah naik ke tahap penyidikan. Satgas Antimafia Bola menemukan dugaan aliran dana ke Iwan saat menjabat Ketua Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) 2009.

Kasus Iwan bermula dari laporan Manajer Tim Perseba Bangkalan, Jatim, Imron Abdul Fattah, pada delapan besar Piala Soeratin 2009. Saat itu Imron mengucurkan dana Rp 140 juta sebagai setoran untuk menjadi tuan rumah fase delapan besar. 

Setoran uang dari Imron ini diduga melewati Haruna saat menjabat Ketua Pengda PSSI Jatim.

Akankah Satgas menetapkan Iwan dan Haruna sebagai tersangka? Kita tidak tahu pasti.

Yang jelas, jangan tanya soal keberanian Satgas. Bila menetapkan Jokdri sebagai tersangka saja Satgas berani, apalagi terhadap Iwan dan Haruna. Padahal, konon Jokdri sudah “sowan” ke mana-mana, termasuk ke para penegak hukum dan petinggi negeri ini.

Hanya saja, Satgas harus cepat. Jangan sampai Iwan yang “potential suspect”, sesuai mekanisme Statuta PSSI, terlanjur ditunjuk menjadi Plt Ketum PSSI menggantikan Jokdri. Bila tidak, Plt Ketum PSSI menjadi tersangka akan terulang, dan ini akan menjadi lingkaran setan.

Penggantian Jokdri yang telah berstatus tersangka juga sesuai FIFA Disciplinary Code Bagian 9 yang mengatur tanggung jawab klub dan asosiasi, di mana ada larangan pengurus klub atau federasi terlibat kasus hukum.

Lalu, bagaimana nasib “Godfather”, apakah Satgas akan berani menyentuhnya? Inilah yang masih perlu diuji. Namun kita yakin, Polri tetap menjunjung tinggi prinsip “equality before the law” (kesetaraan di muka hukum) di samping “presumption of innocent” (asas praduga tak bersalah). Kita tunggu saja tanggal mainnya!

Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, tinggal di Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini