Bahkan kalau ditelisik dengan teliti bisa ada segudang kekurangan yang mudah sekali digoreng-goreng menjadi dalil-dalil dan dalil-dalih dalam pembuktian perkaranya, atau digoreng menjadi omelan-omelan yang kontra produktif yang menyudutkan pihak tertentu.
Omelan atau bahkan umpatan itu, ada rupa-rupa yang sangat persepsi, yang kemudian disalurkan secara non Yudisial, terkadang setengah over reaktif, seakan penegak hukum menganiaya secara psikologis, melakukan kriminalisasi.
Opini publik dibentuk sedemikian rupa, digiring ke arah tertentu oleh pembuat omelan yang tidak puas dalam penegakan hukum, supaya khalayak mengikuti cara berpikirnya dan cara pandangnya.
Yang semestinya kalau dirasa ada kejanggalan dalam sistem peradilan, disalurkan melalui saluran yang dibenarkan dalam hukum acara.
Dalam hukum pidana, penegak hukum saat ini melihat penegak hukum sangat sulit untuk bermain-main dengan kewenangannya, karena kontrol hukum sangat terbuka, dalam sistem hukum maupun oleh kontrol sosial.
Dua-duanya di era sekarang berjalan secara seimbang, termasuk melalui media.
Penegak hukum dalam menangani perkara bisa dipastikan memperhatikan sistem pembuktian yang dianut oleh Indonesia.
Berbagai omelan dan umpatan yang terkadang menyakitkan itu bukan hal yang baru, sejak perkara itu mulai dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik di Kepolisian, omelan sudah sering dilantunkan.
Ada yang menjadi bagian dari strategi berperkara para pihak, yang dilakukan secara sistematis, terutama terhadap perkara-perkara yang mengundang opini publik.
Hal ini bukan suatu yang haram bagi sistem peradilan, sepanjang bukan penghinaan terhadap sistem peradilan.
Bagi petugas di dalam sistem peradilan melihat kejadian ini tidak ada hal lain yang dilakukan, terkecuali melaksanakan tugas sesuai dengan aturan di dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia, pikiran-pikiran politis dibuang sejauh-jauhnya, karena pikiran politis di dalam sistem peradilan membahayakan kemandirianya.
Meski dicaci di maki terus menerus, membuat telinga terasa mendidih dan tidak ada yang membela sama sekali, kalau ada pun hanya segelintir orang yang peduli terhadap segala kekurangan dan kelebihan sistem peradilan, petugas terus melaksanakan segala kewenangan yang dimiliki.
Omelan dan Opini Publik bahkan pikiran politis diterima sebagai bahan masukan untuk perbaikan, sepanjang tidak campur tangan non yuridis, sedangkan upaya hukum diterima untuk melengkapi proses hukumnya.
Sistem peradilan sudah ada hukum yang mengatur, dimulai dari Undang-undang sampai dengan aturan tehnis, atas nama Negara Hukum, Sistem Peradilan memberikan pelayanan hukum kepada siapapun.