Penulis: Reza Indragiri Amriel
Kabid Pemenuhan Hak Anak LPAI
HARI ini petisi #justiceforaudrey mengalir deras.
Persoalannya, apa tuntutan konkret dalam petisi tersebut? Saya tidak temukan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, melalui rilisnya, mewanti-wanti pentingnya antara lain penegakan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sebuah pandangan normatif yang justru sewajarnya dibaca dengan kerut dahi.
1. Sepakatkah kita bahwa filosofi rehabilitatif dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak malah membuat hukum tampak melembek di mata anak-anak yang tabiatnya kian lama kian mengeras?
2. Karena itu, sepakatkah kita bahwa sebutan juvenile delinquency--walau terkesan humanis--namun malah mengecilkan bobot keseriusan masalah?
Jika ya, gunakan istilah criminal delinquency.
3. Filosofi rehabilitatif membutuhkan kolaborasi antara institusi penegakan hukum dan institusi-institusi selain itu.
Sepakatkah kita bahwa ketika filosofi rehabilitatif tersebut diterapkan, faktanya kesiapan multisektor, multikementerian, multilembaga masih belum sepenuhnya bisa diharapkan?
4. Kasus pengeroyokan di kalangan anak-anak adalah tipikal. Barangkali tidak sedikit dari kasus-kasus pengeroyokan itu yang diatasi lewat diversi.
Sepakatkah kita bahwa diversi (sebagai salah satu pengejawantahan filosofi rehabilitatif) belum tertakar kemujarabannya bagi pemulihan hak korban, perbaikan tabiat dan perilaku pelaku, serta jaminan akan rasa aman publik?
5. Atas dasar itu semua, pada tataran fundamental, sepakatkah kita untuk melakukan revisi besar-besaran terhadap UU Sistem Peradilan Pidana Anak?
Inti revisi: penurunan batasan usia anak, penentuan jenis perbuatan pidana yang dapat dikenakan sanksi yang diperberat atau bahkan dikecualikan dari UU SPPA, dan penetapan batas hukuman minimal.