Oleh: M. Nigara
"MEMBANGUN olahraga, membangun bangsa!" pekik Bung Karno saat membuka Asian Games ke-IV, 1962, di hadapan 110.000 pasang mata yang memenuhi Stadion Utama, Gelora Bung Karno, Jakarta.
"Di sini, di Surakarta kita bangun Indonesia melalui olahraga," kata Susuhunan Pakubuwono XI, raja Surakarta, selepas Indonesia gagal mengikuti Olimpiade akibat blokade Belanda, 1948.
Bung Karno dan Bung Hatta serta seluruh elit republik yang baru tiga tahun merdeka, menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional ( PON-I) di Surakarta. Menurut wikipedia: Sejumlah tamu penting juga hadir, di antaranya Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Susuhunan Pakubuwono XI (tuan rumah), dan Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman.
Turut hadir pula anggota-anggota Komisi Tiga Negara (KTN)—komisi bentukan Dewan Keamanan PBB untuk menengahi konflik Indonesia-Belanda—yakni Merle Cochran (mewakili Amerika Serikat), Thomas Critchley (Australia), dan Paul van Zeeland (Belgia); Konsul Jenderal Inggris Shepherd; serta Konsul Jenderal India Raghavan beserta wakilnya Mohammad Yunus.
Penyelenggaraan PON I ini jelas mengandung pesan politik:
Keluar
1. Menunjukkan kepada Belanda bahwa Indonesia adalah negara berdaulat. Soal ini pun disinggung pula oleh Presiden Sukarno dalam pidato pembukaannya.
Kedalam
2. Memperlihatkan Kesatuan dan persatuan . (Menggugah rasa nasionalisme sesama penghuni Nusantara.
Hasilnya bisa kita rasakan hingga hari ini. Dunia luar mengakui adanya Republik Indonesia, maklum Belanda saat itu mempropagandakan tak ada pemerintahan Soekarno-Hatta. Sementara di kedalam, pentas PON-I juga berhasil meyakinkan sultan-sultan di seluru Nusantara bahwa bergabung dengan republik akan jauh lebih memguntungkan ketimbang berdiri sendiri sebagai kerajaan-kerajaan kecil.
Bung Karno, Bung Hatta dan para pendahulu tidak menggunakan politik praktis, partai, kebudayaan, serta keagamaan untuk menyatukan Nusantara menjadi NKRI. Olahraga menjadi pilihan yang ampuh. Hasilnya tak perlu saya tuangkan, bukti telah menunjukkannya dengan baik dan benar.
Kebersamaan
Melihat fakta yang tidak kecil makananya itu, saya berharap setiap kita, stake holder olahraga nasional, para tokoh dari KONI propinsi, mereka yang menghidupi (bukan yang mencari hidup) cabang-cabang olahraga, para wartawan, dan penggiat keolahragaan lainnya, mau melihat kepentingan yang jauh lebih besar.
Tidak menepuk dada sendiri, tapi merangkul semuanya. Tidak mengedepankan kata: Pokoknya, tapi mengutamakan kebersamaan.
Hal ini perlu saya ketengahkan mengingat belakangan ini timbul gejolak. Ketidak puasan sebagian anggota KONI, cabor dan KONI Prop selepas Musornas, Selasa (2/7/14). Saya sengaja tidak ingin menyebut jumlah dan latar belakang gejolak.
Saya ingin mengajak seluruh sahabat baik yang pro maupun kontra untuk kembali melihat dua peristiwa awal dunia olahraga kita seperti di atas. Saya ingin semua pihak berkepala dingin dan saling mengedepankan kepentingan yang jauh lebih besar.
Saatnya, para stake holder olahraga nasional mampu memberi contoh pada para politisi, para aktivis non-olahraga lainnya, bahwa sportivitas, persatuan dan kesatuan lebih utama dari kepentingan individu atau kelompok.
Tapi, jika dunia olahraga yang bernapaskan sportivitas, kejujuran, dan kesetaraan saja sudah tak bisa bersatu, lalu, apa lagi yang bisa kita harapkan dapat mempersatukan bangsa ini?
"Saya akan merangkul semuanya. Hanya olahragalah yang dapat mempersatukan bangsa ini!" begitu tukas Marciano Norman, mantan Ketua Umum Taek Kwondo Indonesia yang telah terpilih oleh mayoritas anggota KONI untuk menggantikan Tono Suratman.
Ya, kita ketahui bersama, keadaan politik nasional pasca pilpres 2018, masih belum cair. Benar bahwa keadaan tampak tenang, tapi kekecewaan di sebagian besar rakyat, masih ada. Kita tidak berharap ada sesuatu yang merugikan negeri bisa terjadi.
Untuk itu, inilah saatnya kita yang bergerak di dunia olahraga, dunia yang selalu bernapaskan dengan sportivitas, selalu bertindak laku jujur, senantiasa menampilkan persahabatan. Saatnya kita kedepankan semua kemuliaan itu.
Salam olahraga.
* M. Nigara, Wartawan Olahraga Senior