Oleh: Rudi S Kamri
TRIBUNNEWS.COM - Situasi di Papua belum juga reda. Suhu terasa memanas dan korban yang tak berdosa berjatuhan di tanah merah berdarah.
Mengapa situasi tak kunjung terkendali? Mengapa pendemo semakin liar mengumbar nyali?
Tapi sejujurnya saya melihat asap yang membakar sebagian wilayah Jayapura bukan sekadar asap biasa.
Keberanian para pendemo mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana juga bukan keberanian biasa.
Semua terlihat seperti asap angkara dan keberanian yang dikendalikan dan disemburkan dari jauh oleh kelompok penista penguasa negara.
Siapa kelompok penista penguasa negara?
Kita pasti sudah mafhum berbagai kelompok kepentingan di negeri ini meradang panas hati karena berbagai kebijakan Presiden Joko Widodo selama ini.
Keberanian Jokowi dalam mengambil berbagai kebijakan telah mengusik kenyamanan hidup mereka.
Mulai pemberangusan mafia migas Petral sampai pengambilalihan 51% saham Freeport.
Dominasi mereka atas negara selama puluhan tahun langsung tersungkur saat Jokowi berkuasa.
Kemarahan mereka semakin memuncak saat Jokowi kembali terpilih pada Pemilihan Presiden 2019.
Kelompok pengacau negara ini sudah lama mencari momentum untuk mengganggu stabilitas politik dan keamanan negara. Mereka hanya sedang menunggu pemicu agar mereka kembali membuat gaduh Indonesia.
Peristiwa pelecehan rasial yang terjadi di Surabaya hanyalah sekadar pemicu yang mereka tunggu.
Sayangnya sebagian saudara-saudara kita di Papua begitu mudah terprovokasi oleh nafsu angkara murka para penjahat itu.
Para desainer kerusuhan mengharapkan adanya korban jiwa dari warga Papua, agar gerakan provokasi mereka menjadi sempurna. Supaya mereka bisa meng-internasional-kan masalah Papua.
Menurut saya, Papua hanya sasaran antara, tujuan akhir mereka adalah kegaduhan politik di Jakarta.
Inilah ujian besar bagi aparat keamanan negara untuk mampu menahan diri.
Para aparat TNI dan Polri yang saat ini bertugas di Papua sedang uji nyali dan kesabaran.
Mereka bukan sekadar sedang menjaga Papua, melainkan juga menjaga Merah Putih agar tidak terkoyak di bumi Cendrawasih.
Di titik situasi ini, saya bertanya, mengapa deteksi dini aparat intelijen kita tidak sigap bekerja?
Pengamat intelijen dari Hadiekuntono's Institute (Research-Intelligence-Spiritual), Suhendra Hadikuntono, yang saya temui semalam tegas mengatakan,
"Kalau aparat intelijen negara bekerja dengan semestinya, saya yakin situasi di Papua tidak berkembang liar seperti saat ini." Saya pun mengamini pendapat beliau.
Saya berharap Presiden Jokowi dan para pembantunya jeli mencerna masalah yang sedang terjadi di Papua dan punya keberanian untuk menghancurkan kelompok angkara murka yang sedang merajalela.
Presiden Jokowi harus yakin bahwa sebagian besar rakyat Indonesia mendukung penuh untuk mengatasi masalah ini.
Menyelesaikan masalah Papua tidak bisa hanya sekadar mematikan percikan api yang terjadi di sana, tapi harus tegas memberantas dan memadamkan sumber api yang sedang duduk manis di Jakarta.
Masyarakat Indonesia harus memberikan penguatan dan dukungan agar pemerintah berani mengambil sikap tegas menindak otak di balik semua kegaduhan ini.
Sementara aparat keamanan di lapangan juga harus mampu memberdayakan semua pemangku kepentingan untuk mengambil hati masyarakat Papua.
Rakyat Papua mestinya menyadari betapa sayangnya Presiden Jokowi kepada mereka.
Saya yakin, Presiden Jokowi hatinya menangis melihat Papua dibuat seperti ini. Presiden Jokowi terlanjur jatuh cinta pada Papua.
Di sisi lain, para diplomat kita harus bekerja keras untuk menyuarakan kebenaran Papua kepada dunia internasional.
Suara keras Benny Wenda dan Forum Negara Melanesia harus diredam dengan suara lembut namun tegas para diplomat Indonesia.
Saya meyakini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia dan Uni Eropa bisa melihat dengan jernih akar masalah yang sedang terjadi di Papua.
Papua hanya sedang dijadikan alat oleh segelintir penjahat kemanusiaan dalam negeri yang selalu ingin mengganggu stabilitas pemerintahan Presiden Jokowi, dan entah mengapa saya mencium kuat aroma dupa Cendana sedang dikipas-kipaskan ke arah Papua.
God Bless Indonesia!
Rudi S Kamri: Pegiat Media Sosial.