Penulis: Elfrida Melisa Ngamal
TRIBUNNEWS.COM - Saat ini, perkembangan teknologi informasi begitu pesat.
Perkembangan tersebut memberikan kemudahan bagi para penggunanya dan menjadikan pekerjaan jauh lebih efektif.
Informasi yang didapatkan begitu cepat dan mudah melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, whatsapp dan lain sebagainya.
Namun di sisi lain, perkembangan teknologi juga dapat memberikan dampak yang negatif.
Sangat disayangkan, apabila informasi yang didapatkan adalah informasi yang tidak akurat terlebih apabila informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax). Jika kita melihat saat ini, facebook atau WhatsApp dapat diistilahkan sebagai informasi yang tidak stabil.
Tidak dapat disangkal bahwa hoax sering beredar dalam media sosial.
Media sosial yang menjadi ekspresi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi–komunikasi dijadikan sebagai sarana untuk menyebarluaskan hoax.
Penyebaran hoax di media sosial bukan semata-mata merupakan aksi individu, melainkan aksi yang terorganisir dan berkelompok.
Hoax merupakan informasi atau berita yang dibuat tidak berdasarkan fakta.
Tidak dapat disangkal bahwa hoax acapkali mengalahkan kebenaran.
Ada dua penyebab terjadinya hoax. Pertama, disebabkan oleh argumentasi. Argumentasi jenis ini merupakan salah satu ekspresi sesat pikir.
Sesat pikir yang dimaksudkan adalah ketika pihak tertentu mengulang-ulang argumentasi, informasi atau opini yang keliru dengan tujuan agar pembaca dan pendengar yakin bahwa argumentasi itu benar. Jadi, dengan argumentasi ini kebenaran dicapai bukan berdasarkan isi objektif informasi, melainkan berdasarkan pada aspek.
Kedua, ada yang disebut dengan teori kebenaran pefomatif yaitu salah satu bentuk teori kebenaran yang ditolak oleh banyak pihak. Penolakan terjadi karena kebenaran suatu berita argumentasi atau informasi ditentukan oleh pihak yang menyampaikannya yang memiliki kapabilitas dalam bidang tertentu.
Sebagai contoh yang sekarang ini marak terjadi yaitu kasus hoax.
Sebuah berita menyebutkan bahwa dalam data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sepanjang tahun 2015 terdapat 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu (hoax).
Oleh karena itu, keberadaan dari ahli digital forensik sangat diperlukan untuk mencegah dan melacak pelaku cyber crime yang berbahaya dan merugikan.
Forensik merupakan ilmu sains yang digunakan untuk membantu proses penegak hukum pada tindak kejahatan. Adapun bidang dari ilmu forensik meliputi: kedokteran forensik, kimia forensik, fisika forensik, psikologi forensik, toksikologi forensik, digital forensik, dan lain sebagainya.
Proses dari forensik yaitu dimulai dari proses pengumpulan barang bukti yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP), analisis, dan pelaporan hasil.
Salah satu bidang ilmu forensik yaitu digital forensik sangat dibutuhkan dalam mengungkapkan kasus kejahatan dengan penggunaan teknologi informasi.
Digital forensik mencakup penemuan dan investigasi dari data yang ditemukan pada perangkat digital misalnya pada: komputer, handphone, tablet, net-working devices, dan sejenisnya.
Pada awalnya istilah digital forensik mirip dengan komputer forensik akan tetapi kini, sudah diperluas untuk menyelidiki perangkat yang dapat menyimpan data digital yang seringkali dikaitkan dengan kejahatan komputer.
Keberadaan digital forensik sangat dibutuhkan karena biasanya data pada perangkat dihapus, dikunci, atau disembunyikan.
Adapun landasan dari digital forensik yaitu: praktik pengumpulan, analisis, dan pelaporan data digital. Hasil dari pengungkapan kasus ini biasanya digunakan sebagai alat bukti dalam pengadilan.
Keterangan Ahli Forensik berkaitan dengan ungkapan dari hasil pemeriksaan, analisa terhadap bukti fisik maupun pendapat berdasarkan keilmuwan, dan pengalamannya.
Dengan demikian, ahli dapat dibagi dalam dua konsep yaitu ahli secara akademis, dan praktek.
Secara akademis, berdasarkan konsep keilmuwannya secara ilmiah.
Sedangkan secara praktis, yaitu kemahiran dalam praktek yang didasarkan pada keterampilan (skill) serta mempunyai pengalaman.
Hemat saya, seorang yang dapat dikatakan sebagai Ahli adalah dia yang mempunyai keduanya yakni pengetahuan dan keterampilan.
Sekalipun seseorang mempunyai pengetahuan tapi tidak mempunyai keterampilan atau pengalaman ataupun sebaliknya, dia tidak dapat dikatakan sebagai ahli.
Ilmu forensik sebagai ilmu pendukung, namun justru ilmu forensik menentukan keakuratan bukti dalam proses pembuktian tindak pidana.
Dengan demikian keterangan dari ahli forensik sebagai alat bukti dan memiliki kekuatan hukum yang sah.
Namun, adapun masalah yang dihadapi oleh ahli digital forensik yaitu begitu cepatnya perkembangan teknologi digital.
Berkembangnya kemajuan teknologi ini merupakan tantangan bagi ahli digital forensik dan penegak hukum.
Sehingga, upaya dalam peningkatan pemahaman serta kemampuan harus terus ditingkatkan.
Dalam rangka memerangi kasus hoax sangat dibutuhkan kerja sama seperti pihak pemerintah, pihak sekolah (para guru), dan pihak keluarga.
Pertama, pemerintah.
Pemerintah diharapkan mampu mengadakan buku-buku yang berkualitas yang bisa dibaca oleh semua orang; bukan saja pengadaan buku-buku pelajaran, tetapi juga buku-buku ilmiah yang membahas masalah sosial, politik, ekonomi, agama, dan sebagainya.
Kedua yaitu pihak sekolah, secara khusus para guru.
Para guru diharapkan kreatif dalam mengajar.
Kreativitas dalam mengajar tersebut misalkan seorang guru tidak hanya mempraktikkan gaya mengajar yang monolog atau satu arah, tetapi juga harus merealisasikan gaya mengajar dialog atau dua arah, meminta para siswa membuat makalah lalu didiskusikan secara bersama-sama di dalam kelas, dan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyajikan materi tertentu lalu guru memberikan masukan dan kritikan terhadap materi yang disajikan tersebut.
Ketiga, pihak keluarga.
Keluarga sangat berperan penting dalam pembentukan kepribadian seorang anak.
Sangat dibutuhkan saling adanya keterbukaan dalam keluarga untuk saling berbagi dan bertukar pendapat.
Dalam hal ini yaitu motivasi, dan pengalaman hidup.
Secara umum, kita sebagai masyarakat dihimbau untuk bijak dalam menggunakan media sosial dan kritis dalam membaca maupun mendengarkan informasi.
Ada beberapa cara untuk mengenali hoax yaitu berasal dari situs yang tidak dapat dipercaya.
Hal yang dimaksud disini yaitu belum memiliki tim redaksi (jika situs berita), nomor telepon dan email pemilik tidak dicantumkan.
Kemudian, tanggal kejadian tidak dicantumkan, tempat kejadian yang tidak jelas, menekankan pada isu SARA yang berlebihan, menyudutkan pihak tertentu, alur ceritanya tidak logis, bahasa yang digunakan sangat emosional dan provokatif, dan anda disarankan untuk mengklik, meng-share dan me-like tulisannya dengan nada yang lebay.
Misalkan “Share tulisan ini agar keluarga anda dalam selalu dalam keadaan sehat”.
Semoga bermanfaat
(*)