Meskipun kekuatan ekonomi kelas menengah Iran telah melemah dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari sanksi ekonomi dan kebijakan ekonomi pemerintah, para anggotanya tidak terlibat aktif dalam protes ini.
Yang ketiga adalah cara memutuskan untuk menaikkan harga BBM. Keputusan ini telah diambil oleh Dewan Tertinggi Koordinasi Ekonomi.
Dewan itu telah dibentuk beberapa hari setelah Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian nuklir dengan Iran di bawah rekomendasi langsung dan pengawasan pemimpin tertinggi Republik Islam Iran untuk melawan sanksi AS.
Dewan tersebut pada awalnya terdiri dari presiden, kepala badan legislatif dan kepala pengadilan, wakil presiden, kepala kantor presiden, kepala Organisasi Perencanaan dan Anggaran, menteri ekonomi, menteri minyak, menteri luar negeri, kepala bank sentral, Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil pertama Ketua Pengadilan dan Jaksa Agung, Kepala Pusat Penelitian Majelis, Kepala komisi Perencanaan dan Anggaran, dan Kepala Komisi Ekonomi.
Para kritikus percaya bahwa keputusan seperti itu seharusnya disahkan oleh parlemen dan pada dasarnya pembentukan dewan itu sendiri, tidak didasarkan pada prosedur yang ditetapkan dalam Konstitusi Republik Islam Iran.
Prosedur ini telah menyebabkan penurunan peran wakil rakyat dan meningkatkan peran institusi yang dikendalikan oleh pemimpin tertinggi Republik Islam. Dengan demikian, sejumlah anggota parlemen pada hari Sabtu mempersiapkan rencana untuk mencabut aturan itu dan mengembalikan harga BBM ke masa lalu, tetapi rencana itu ditarik dari agenda parlemen setelah pemimpin Iran mendukung keputusan itu pada hari Minggu. Ini menyebabkan sejumlah anggota parlemen mengundurkan diri.
Yang ke empat, Meskipun para pejabat di Republik Islam Iran percaya sanksi AS tidak efektif, kesulitan ekonomi dan ketidakmampuan pemerintah untuk mendanai negara karena penurunan penjualan BBM harus menjadi penyebab utama dari keputusan tersebut.
Bersamaan dengan ini, Republik Islam Iran terus mengurangi Komitmen-komitmen untuk Perjanjian Nuklir dan akhirnya jatuhnya perjanjian dapat menempatkan kondisi yang lebih keras pada Republik Islam Iran.
Dalam konteks ini, beberapa kritik terhadap pemerintah di Iran berbicara tentang perlunya bernegosiasi langsung dengan Amerika Serikat. Namun, pemimpin Republik Islam Iran telah berulang kali menyatakan penentangannya terhadap negosiasi dengan Amerika Serikat dan Presiden Trump sendiri.
Menurut pernyataan-pernyataan ini, terlepas dari inefisiensi ekonomi, terutama tingkat inflasi yang tinggi, masalah pengangguran kaum muda dan korupsi yang terorganisir, serta kelanjutan kebijakan regional Republik Islam Iran di Timur Tengah, dan kurangnya reformasi struktur sistem politik, pemerintah Iran terus menghadapi ancaman signifikan dari dalam dan dari luar.
Dengan kata lain, jika tuntutan ekonomi disertai dengan tuntutan sipil dan politik, pemerintah Iran akan berada dalam situasi yang sangat sulit. Dalam keadaan ini, tampaknya memberikan persyaratan bagi semua selera politis untuk berpartisipasi dalam pemilihan dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Konstitusi di satu sisi, dan memulai negosiasi dengan Amerika Serikat, dapat mengurangi ancaman.
*Mohammad Sheikhi, Mahasiswa Program Doktor Jurusan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.