RUU HIP yang diusung PDIP sebagai pelopor pun berhasil masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024, dan pada 12 Juni 2020 lalu disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai usul inisiatif DPR RI.
Semua fraksi setuju, tak satu pun yang menolak.
Belakangan publik heboh. RUU HIP dianggap bermasalah. RUU HIP dianggap akan membangkitkan komumisme.
Tiga organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar di Tanah Air, yakni Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian menyatakan penolakannya atas RUU kontroversial itu, disusul oleh para purnawirawan TNI/Polri (Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian RI) yang diwakili Try Sutrisno, mantan Wakil Presiden RI/Panglima ABRI, dan para mantan pejuang kemerdekaan yang diwakili Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Saiful Sulun.
Fraksi-fraksi di DPR RI pun ikut-ikutan menolak. Mereka balik badan, terutama PKS dan PAN. Yang masih keukeuh mempertahankan RUU HIP adalah PDIP.
Jokowi Lepas Tangan
Seperti galibnya, Presiden Jokowi akhirnya lepas tangan di tengah polemik dan kontroversi RUU HIP.
Ia mengaku tak mau ikut campur soal RUU HIP yang merupakan usul inisiatif DPR RI ini. Jokowi menyerahkan sepenuhnya urusan RUU HIP ini kepada DPR RI.
Ada sejumlah hal yang dipersoalkan dalam RUU HIP yang terdiri atas 10 bab dan 60 pasal ini.
Pertama, tidak dicantumkannya Ketetapan MPRS No XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, dalam konsideran RUU HIP sebagai rujukan.
Kedua, Pasal 7 yang terdiri dari tiga ayat yang menyebut tentang konsep Trisila, Ekasila, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan. Ayat (2) pasal ini menyebut ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Lalu, butir selanjutnya menyatakan Trisila terkristaliasi dalam Ekasila, yaitu gotong royong.
Sebenarnya konsep Trisila tersebut pertama kali diucapkan oleh Soekarno di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.
Bung Karno mengatakan lima sila dalam Pancasila dapat diperas menjadi tiga (trisila) dan dikumpulkan lagi menjadi satu (ekasila).