Bekas pembakaran sebagai indikasi penggunaan api pertama oleh Homo erectus berasal dari Peking man di Cina.
Bekas sampah-sampah dapur manusia kuno dapat membantu untuk merekostruksi bahan makan atau paleodietnya.
Tembikar-tembikar Neolitik yang terpakai sebagai wadah pengolahan dan memasak juga merupakan bekas yang menarik untuk memahami paleodiet.
Tentu saja sampah dapur masih memerlukan bukti yang lebih riil, yakni trace elements yang terberkas pada tulang-tulang manusia yang ditemukan dalam satu konteks.
Dari mumi-mumi Amerika Selatan pernah diperiksa beragam bahan makanan dari sisa-sisa isi ususnya, antara lain jagung, cabe dan seterusnya.
Jejak-jejak kaki, baik pada manusia maupun hewan, menjadi konsentrasi para perilmu iknologi dan podiatri.
Untuk jejak-jejak itu dari masa lampau tentu lebih menjadi subdisiplin paleoiknologi dan paleopodiatri.
Jejak yang banyak membantu untuk rekonstruksi manusia purba adalah temuan jejak-jejak kaki di Tanzania.
Jejak-jejak kaki Laetoli yang dibuat oleh para Australopithecus sp. adalah bukti paling masyhur di dunia.
Dari bukti jejak-jejak kaki itu kita bisa menghitung berapa jumlah individu yang pernah melintas, mengetahui gaya lenggang, prosentase seks dan tinggi badannya.
Tanzania juga menyumbangkan jejak-jejak kaki Homo sapiens yang tertua di dunia dengan jumlah yang wah.
Di sana, di Engare Seno, ditemukan 400 jejak kaki Homo sapiens yang berusia 10-19 ribu tahun.
Seorang paleoantropolog yang terlibat dalam penelitian itu William Harcourt-Smith dari the City University of New York berseloroh, situs itu bisa jadi adalah "dance hall".
Penyebabnya, jejak-jejak kaki Homo sapiens itu kompleks arah dan kedalamannya.