Seperti diketahui semua aliran sungai pasti bermuara ke laut. Aliran air sungai akan melambat jika mendekati air laut yang tinggi permukaan 0 meter.
Jika air laut pasang pada saat “New Moon” dan “Full Moon”, maka permukaan laut naik, mengakibatkan aliran sungai dari hulu ke muara tertahan.
Ketika terjadi hujan deras setempat maupun di pegunungan, volume air sungai meningkat. Bila hal ini bersamaan dengan air laut pasang, maka air sungai tertahan dan meluber ke samping menjebolkan tanggul membanjiri lahan-lahan sekitarnya.
Itulah yang terjadi pada sungai Brantas dalam abad ke-11. Volume air yang meningkat menjebolkan tanggul di Warigin Sapta, menggenangi lahan-lahan hunian dan pertanian.
Kapan kejadiannya? Prasasti itu dibuat untuk memperingati peristiwa yang telah terjadi. Bisa sebulan lalu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun sebelumnya.
Jadi ada prosesnya. Dimulai dari peristiwa, turunnya perintah raja, pembuatan prasasti batu atau logam.
Dalam kasus prasasti Kamalagyan ini, peristiwanya adalah banjir yang menyebabkan tanggul Waringin Sapta jebol.
Setelah dilakukan inventarisasi lahan-lahan hunian dan pertanian yang rusak akibat banjir maka dilakukanlah perbaikan, terutama tanggul yang jebol itu.
Ini butuh waktu tidak sebentar. Setelah semuanya beres, dan sungai Brantas dapat dilayari kembali kapal-kapal dagang, barulah Raja Airlangga mengeluarkan perintah.
Isinya termasuk ketetapan berbagai pajak yang baru terhadap lahan-lahan produktif yang ditimpa bencana banjir, pada 11 November 1037.
Jadi, kalau ditentukan kapan banjir besar yang diakibatkan hujan deras bersamaan dengan air laut pasang, kemungkinan besar –terdekat-, terjadi 11 Oktober 1037 M, sebulan sebelum dikeluarkannya prasasti Kamalagyan.
Pada tanggal tersebut mungkin telah terjadi hujan deras yang lama, hujan setempat atau di daerah hulu sungai (pegunungan) yang mengakibatkan air bah.
Tanggal 11 Oktober 1037 M mendekati fasa Bulan Baru (New Moon); Bulan mencapai titik terdekat (Perigee) dengan Bumi dalam jarak 353.565 km, pada pukul 11:11, tanggal 11 Oktober 1037.
Saat itu terjadi air laut pasang di Laut Jawa, lokasi muara sungai Brantas, maka volume air sungai bertambah terus karena derasnya air hujan.