Oleh: Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Berita pagi ini, Rabu, 5 Agustus 2020, dari Mas Pratik, Menteri Sekretaris Negara tentang dipanggilnya Mas Conny kehadirat Illahi begitu mengejutkan saya.
Seluruh perasaan campur aduk.
Kesedihan, duka cita, dan sekaligus terbentanglah seluruh rekam jejak sejarah perjalanan bersama Sosok Cendekiawan Soekarnois yang begitu saya kagumi.
Baca: Guru Besar UGM Cornelis Lay Meninggal Dunia
Prof. Dr. Cornelis Lay, M.A. merupakan sosok akademisi yang mampu membuat sintesis yang tepat antara pemikiran Bung Karno dan jalan politik Megawati Soekarnoputri. Sintesis pemikiran yang lahir dari kesadaran untuk menjadikan politik sebagai keyakinan ideologis politik sebagai dedikasi bagi kepentingan umum.
Politik sebagai kesabaran revolusioner untuk memperjuangkan sebuah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bebas dari berbagai belenggu penjajahan.
Melaui sosok seperti Cornelis Lay, Ibu Megawati Soekarnoputri dapat berdialog berjam-jam, melakukan recalling keseluruhan ide, gagasan, cita-cita, dan perjuangan Bung Karno yang dibumikan dalam alam kekinian.
Keduanya secara intens membaca apa yang tidak tertulis, merasakan apa yang tidak nampak, dan mencari makna atas setiap peristiwa politik dengan “terang” pemikiran Bung Karno.
Ibu Megawati Soekarnoputri - Cornelis Lay, menjadi sahabat justru karena “sikap bebas” Cornelis Lay yang terus hadir sebagai sosok pemikir-intelektual. Ia tidak melibatkan diri dalam jabatan kekuasaan politik praktis. Ia lebih memilih berdedikasi di dalam mengurai dan memformulasikan sintesa setiap gagasan Bung Karno dalam praktik politik Megawati Soekarnoputri.
Baca: Profil Guru Besar UGM Cornelis Lay Semasa Hidup, Penasihat Megawati dan Penyusun Pidato Jokowi
Tak heran, dalam setiap langkah, hingga jebakan politik yang sering diciptakan kala berhadapan dengan pemerintahan otoritarian Orde Baru, Ibu Megawati seringkali menempuh jalan diam. Diam sebagai strategi. Diam membangun ruang kontemplasi dan diam penuh kesabaran diri.
Dalam jalan diam itulah, Cornelis Lay hadir, dan menjadi teman, sahabat, sekaligus sparing-partner diskusi Ibu Megawati. Dalam diam itulah sosok Cornelis hadir dan bersama Ibu Megawati menggali pemikiran banyak tokoh, merasakan pemikiran itu dalam kesatuan akal budi dan hati.
Dalam periode 1998 hingga 2014, saya sering mendampingi, atau tepatnya mengantar Mas Conny ke Kebagusan, Teuku Umar dan di berbagai tempat, menjadi saksi atas dialog politik yang selalu terjadi dalam keheningan, sebab yang dibahas adalah masa depan negeri.
Baca: Di Masjid Ar Rabithah Bung Karno Berkontemplasi, Gus Jazil: Pancasila Ditemukan di Masjid
Dalam keseluruhan perjalanan politik, saya sungguh bersyukur, bahwa saya berkesempatan mendapatkan “mutiara gagasan” yang ikut membentuk seluruh kesadaran ideologi, kesadaran politik, dan kesadaran berorganisasi, serta kesadaran berkebudayaan, yang dibelakang hari begitu berguna dalam seluruh perjalanan politik saya di PDI Perjuangan.
Melalui Prof. Dr. Cornelis Lay pula, saya memahami keteguhan sikapnya untuk tetap berdiri pada jalan intelektual. Jalan yang menjaga jarak dengan politik, namun menceburkan diri dengan sikap “lepas-bebas” agar tetap bertahan pada objektivitas dan mengawal kebenaran dalam politik.
Apa yang dilakukan Mas Conny ini sejalan dengan sikap intelektual, yang berangkat dari makna ilmu pengetahuan yang digagas Bung Karno untuk diterapkan guna mengabdi pada perjuangan kemanusiaan.